1.Satu-satunya Injil yang mencantumkan tujuan penulisannya dengan jelas
Tujuan penulisan Injil Yohanes terdapat dalam Yoh. 20:31:
tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.
2. Kata “percaya” sangat menonjol di dalamnya
Sebagaimana tujuan penulisannya, maka tidak heran jika kata “percaya” muncul secara menonjol dalam Injil ini. “Percaya” muncul sebanyak 98 kali dalam bentuk kata kerja (πιστεύω/pisteuō) dan muncul sebanyak dua kali dalam bentuk kata sifat (πιστός/pistos). Uniknya, kata tersebut tidak pernah muncul dalam bentuk kata bendanya (πίστις/pistis).
Dengan bentuk tersebut, Yohanes ingin menunjukkan bahwa beriman adalah dinamis (sebagai proses yang terus menerus), bukan statis.
3. Tidak memuat satupun perumpamaan
Tuhan Yesus terkenal dengan penggunaan perumpamaan dalam menjelaskan ajaran-Nya. Semuanya tercatat dalam ketiga Injil Sinoptik: Matius (15 perumpamaan), Markus (9 perumpamaan), dan Lukas (35 perumpamaan). Mungkin, karena Injil Yohanes lebih menekankan “siapa” Yesus dibanding “ajaran”-Nya, maka tidak ada satupun perumpamaan dalam Injil ini.
4. Lebih menekankan identitas Yesus dibanding ajaran-Nya
Sebagaimana tujuan penulisannya, maka Injil Yohanes sangat menekankan sosok siapa Yesus. Dia adalah betul-betul Mesias dan Anak Allah. Di sepanjang Injil ini, kita akan menemukan banyak paparan tentang identitas Yesus tersebut.
Misalnya, terdapat tujuh pernyataan Akulah (ἐγώ εἰμι/ego eimi) yang menyatakan identitas Tuhan Yesus (cat.: ini hanya yang disertai predikat):
- Akulah roti hidup (6:35, 48, 51).
- Akulah terang dunia (8:12; 9:5).
- Akulah pintu (10:7, 9).
- Akulah gembala yang baik (10:11, 14).
- Akulah kebangkitan dan hidup (11:25).
- Akulah jalan, kebangkitan, dan hidup (14:6).
- Akulah pokok anggur (15:1, 5).
5. Sangat bersifat teologis
Seorang Bapa Gereja, Clement of Alexandria (150-215), menyebut Injil Yohanes sebagai “the spiritual Gospel“(Injil Spiritual) karena sangat menekankan keilahian Yesus. Nilai sastranya juga sangat tinggi (banyak menggunakan ironi, kesalahpahaman, dan simbolisme). Karena sifatnya inilah, Injil Yohanes sering dituduh sebagai catatan yang kurang memiliki nilai historis.
Tentu saja kita percaya bahwa Injil Yohanes pun bersifat historis. Peristiwa-peristiwa yang tercatat di dalamnya bukanlah rekaan manusia. Walaupun demikian, sesuai dengan tujuan penulisannya, informasi yang diketahuinya, serta kemampuan sastranya, Yohanes menyajikan peristiwa-peristiwa tersebut dari sudut pandang yang berbeda dengan ketiga Injil lain.
Bagaimana? Menarik, bukan? Masih banyak keunikan-keunikan lain dan kejutan-kejutan lain jika kamu membaca Injil Yohanes dengan teliti. Mari ktia gali terus firman Tuhan, sebagai sumber hikmat yang tiada habisnya!