Tampilkan postingan dengan label alkitabiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alkitabiah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Juni 2021

Pilar Iman Kekeristenan Dunia Hidup Manusia,Lengkap Dengan Kutipan Alkitab Dan Tafsiran.

 

Pilar Iman Kekeristenan Dunia Hidup Manusia,Lengkap 
Dengan Kutipan Alkitab Dan Tafsiran.

Update secara berkala dan bersifat ekumenis
Buka Klik Link di bawah ๐Ÿ‘‡๐Ÿ‘‡๐Ÿ‘‡

[50] Tanya Jawab Sehubungan Dengan
Alkitab Dan Iman Kristiani

Siapakah Yesus Kristus?  ๐Ÿ‘ˆ Jawabannya pencet link tsb...demikian yg lain dibwh.

Benarkah Yesus itu Allah? Pernahkah Yesus mengklaim diriNya sebagai Allah?

Apakah Allah itu ada? Apakah ada bukti tentang keberadaan Allah?

Apakah Tuhan betul-betul ada? Bagaimana saya tahu bahwa Tuhan itu betul-betul ada?

Apakah kekristenan itu, dan apa yang dipercaya oleh orang Kristen?

Apa sajakah atribut-atribut Allah itu? Siapakah sesungguhnya Allah itu?

Apakah Alkitab adalah benar-benar Firman Tuhan?

Apa arti hidup?

Apakah keilahian Kristus bersifat Alkitabiah?

Apakah orang-orang Kristen harus menaati hukum dan peraturan Perjanjian Lama?

Apakah keselamatan hanya oleh iman, atau iman ditambah perbuatan?

Siapakah Roh Kudus itu?

Bagaimana saya dapat mengetahui kehendak Allah bagi hidup saya?

Bagaimana saya dapat terhindar dari dosa dalam hidup kekristenan saya?

Mengapa saya tidak boleh bunuh diri?



Saya seorang Muslim. Mengapa saya harus mempertimbangkan menjadi seorang Kristen?

Bagaimana saya menerima pengampunan dari Tuhan?

Siapa itu orang Kristen?

Apa artinya menjadi orang Kristen yang lahir kembali?

Apa empat hukum rohani itu?

Bagaimana saya bisa terlihat benar di hadapan Allah?

Apakah Yesus satu-satunya jalan ke Surga?

Bagaimana saya dapat mengetahui dengan pasti bahwa saya dapat masuk Surga ketika meninggal?

Adalah kehidupan setelah kematian?

Apa artinya menerima Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi?

Apa jalan keselamatan?

Apa agama yang tepat bagi saya?

Apa itu “Jalan Roma Menuju Keselamatan”?

Apa itu “doa orang berdosa”?

Bagaimana saya dapat menjadi seorang Kristen?

Adakah “doa untuk keselamatan”?

Bagaimana saya bertobat sebagai orang Kristen?

Bagaimana saya dapat menjadi anak Allah?

Adakah “langkah-langkah menuju keselamatan”?

Manakah yang merupakan agama sejati?

Bagaimana supaya saya tidak masuk neraka?

Masuk ke surga – Bagaimana saya memastikan jaminan atas kehidupan kekal saya?

Apa artinya” Yesus menyelamatkan”?

Kemanakah kita pergi ketika kita meninggal?

Apakah rencana keselamatan itu?

Siapa saja yang dapat diselamatkan? Apakah Yesus dapat menyelamatkan siapapun juga?

===

Down Load Dokumen Gereja Katolik Dgn Cara Mengklik Link Tulisan Warna Merah Di Bawah ini ๐Ÿ‘‡๐Ÿ‘‡:




SDG No. 1Ibunda Sang Penebus
SDG No. 2Intruksi Mengenai Kebebasan dan Pembebasan Kristiani
SDG No. 3Keprihatinan Akan Masalah Sosial
SDG No. 4Membangun Perdamaian: Menghormati Kelompok Minoritas
SDG No. 6Evangelii Nuntiandi
SDG No. 8Dei Verbum
SDG No. 9Sacrosanctum Concilium
SDG No. 10Dignitatis Humanae & Nostra Aetate
SDG No. 11Perfectae Caritatis
SDG No. 12Apostolicam Actuositatem
SDG No. 30Familiaris Consortio
SDG No. 32Mulieris Dignitatem
SDG No. 48Direktorium ttg Pelayanan dan Hidup Para Imam
SDG No. 57Gereja di Asia  (Church in Asia)
SDG No. 71Perayaan Paskah dan Persiapannya
SDG No. 75Hormat terhadap Hidup Manusia Tahap Dini
SDG No. 84Kerja Sama Awam dan Imam dalam Pastoral
SDG No. 85Hubungan Antaragama dan Kepercayaan
SDG No. 86Pluralisme
SDG No. 87Hukuman Mati
SDG No. 88Spe Salvi
SDG No. 89Caritas in Veritate
SDG No. 90Perdagangan Manusia, Wisata Seks, dan Kerja Paksa
SDG No. 91Porta Fidei
SDG No. 92Lingkungan Hidup
SDG No. 93Lumen Fidei
SDG No. 94Evangelii Gaudium
SDG No. 95Tahun Hidup Bakti
SDG No. 96Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Dunia Zaman Sekarang
SDG No. 97Mendidik di Masa Kini dan Masa Depan
SDG No. 98Laudato Si’
SDG No. 99Dives in Misericordia ; Misericordiae Cultus
SDG No. 100Amoris Laetitia
SDG No. 101Menyambut Kristus dalam Diri Pengungsi dan Orang yang Terpaksa Mengungsi
SDG No. 102Misericordia et Misera
SDG No. 103Panggilan dan Misi Keluarga dalam Gereja dan Dunia Dewasa ini
SDG No. 104Anggur Baru dalam Kantong Kulit Baru
SDG No. 105Identitas dan Misi Bruder Religius dalam Gereja
SDG No. 106Gaudete et Exultate
SDG No. 107Orang Muda, Iman, dan Penegasan Panggilan
SDG No. 108Maximum Illud
SDG No. 109Christus Vivit
SDG No. 110Vos Estis Lux Mundi
SDG No. 111Gereja dan Internet; Etika dalam Internet; Perkembangan Cepat
SDG No. 112Communio et Progressio
SDG No. –Aperuit Illis
SDG No. –Admirabile Signum
SDG No. –Dokumen Abu Dhabi
SDG No. –Ad Resurgendum Cum Christo
SDG No. 113Pedoman Homili
Untuk pemesanan buku-buku seri Dokumen Gereja, dapat mengunjungi tautan ini.

APOLOGETIK

Apa itu Apologetik?

Istilah yang digunakan mengenai usaha pembelaan iman Katolik adalah Apologetik. Apologetic merupakan suatu cara untuk untuk memahami, menjelaskan dan mempertahankan iman Katolik dengan memberikan jawaban-jawaban atau argumen-argumen dengan cara yang rasional terhadap berbagai tuduhan yang diarahkan mengenai iman Katolik. Orang yang melakukan kegiatan apologetik disebut apologist.
Ini adalah cara umat Katolik membela iman [berapologetik] menurut Kitab Suci :1Ptr 3:15-16
15. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, 16. dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
Kristus memberikan tugas kepada semua muridnya untuk mewartakan kabar gembira. [bdk. Mat 28:19-20] Nah, apologetik membantu kita dalam melaksanakan tugas ini. Apologetik juga memainkan peran yang cukup penting dalam Evangelisasi. Evangelisasi berarti mewartakan kebenaran Kristus.
Seringkali kebenaran akan Kristus menimbulkan banyak pertanyaan dan juga keberatan mengenai iman. Disinilah tugas para apologist untuk berapology dengan menjawab berbagai pertanyaan dan keberatan tersebut.
Berikut link-link yang bisa dituju untuk pembelajaran apologetik


https://alkitabpenting.blogspot.com/2019/12/50-tanya-jawab-sehubungan-dengan.html

KONSILI VATIKAN KE II


Dokumen Gereja KATOLIK

  • Paus dan Sejarahnya
  • 21 Konsili Ekumenis
  • Konsili Vatikan II
  • Ensiklik dan surat Paus
  • Katekismus Gereja Katolik
  • Kitab Hukum Kanonik
  • Surat Gembala Bapa Uskup
  • https://alkitabpenting.blogspot.com/2019/12/50-tanya-jawab-sehubungan-dengan.html
  • Apakah Konsili Vatikan II menganulir Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus
  • Apa itu dogma?

    "Dogma adalah pengajaran Gereja yang diwahyukan secara implisit atau eksplisit oleh Kitab Suci atau Tradisi Suci, untuk diyakini oleh umat beriman berdasarkan definisi khidmat atau kuasa mengajar biasa Gereja. ... Sebagai tambahan, dogma harus diajukan sebagai [pengajaran] yang mengikat umat beriman. Oleh karena itu,  penerimaan terhadap dogma adalah perlu untuk keselamatan [umat beriman].(Reverend Peter M.J. Stravinskas, Ph.D., S.T.L. Our Sunday Visitor’s Catholic Encyclopedia. Copyright © 1994, Our Sunday Visitor.)

    Ensiklopedia Katolik memberi kita informasi bahwa Dogma itu tetap atau tidak berubah. Katekismus Gereja Katolik 88 dan 89 memberikan pernyataan sebagai berikut: 

    "Wewenang Mengajar Gereja menggunakan secara penuh otoritas yang diterimanya dari Kristus, apabila ia mendefinisikan dogma-dogma, artinya apabila dalam satu bentuk yang mewajibkan umat Kristen dalam iman dan yang tidak dapat ditarik kembali, ia mengajukan kebenaran-kebenaran yang tercantum di dalam wahyu ilahi atau secara mutlak berhubungan dengan kebenaran-kebenaran demikian. Kehidupan rohani kita dan dogma-dogma itu mempunyai hubungan organis. Dogma-dogma adalah cahaya di jalan kepercayaan kita, mereka menerangi dan mengamankannya. Sebaliknya melalui cara hidup yang tepat, pikiran dan hati kita dibuka, untuk menerima cahaya dogma iman itu."


    Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma

    Pada tanggal 8 Agustus 1949, Kongregasi Holy Office yang sekarang bernama Kongregasi Doktrin Iman mengeluarkan sebuah dokumen berjudul Suprema Haec Sacra (silahkan klik http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=5182 ) untuk menanggapi pernyataan  Pater Leonard Feeney (alm) * mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Extra Ecclesiam Nulla Salus itu berarti Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Dalam tulisan ini, Gereja melalui Kongregasi Holy Office menegaskan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma dengan memberi pernyataan demikian:
    Kita terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi, dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi, bukan hanya melalui keputusan meriah tapi juga melalui kuasa [ie. "office"] mengajar biasa dan universal (Denzinger, n. 1792). Sekarang, diantara perkara-perkara yang selalu dikhotbahkan Gereja dan tidak akan pernah berhenti untuk dikhotbahkan, terkandung juga pernyataan tak bisa salah (dogma) yang mana kita diajarkan bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja. Namun dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti Gereja sendiri. Karena, bukanlah kepada keputusan pribadi, Penebus Kita memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkandung dalam deposito iman, tapi kepada otoritas mengajar Gereja.
    Monsinyur Joseph Clifford Fenton ( http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=5182 ) memberi tanggapan sekaligus penjelasan mengenai dokumen ini:
    Porsi doktrinal yang spesifik dari surat Kantor Kudus dimulai dengan sebuah paragraf yang mengulangi apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan [Pertama] mengenai kebenaran yang mana kita terikat untuk mempercayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi. Surat tersebut mengatakan kepada kita bahwa "Kami terikat oleh iman yang ilahi dan Katolik untuk mempercayai semua hal yang terkandung dalam sabda Allah, apakah itu di Kitab Suci atau Tradisi (quae in verbo Dei scripto vel tradito continentur), dan [semua hal] yang diajukan oleh Gereja untuk dipercayai sebagai sesuatu yang diwahyukan secara ilahi."[2]

    Nah, ajaran-ajaran yang kita wajib percayai dengan kepatuhan iman yang Katolik dan ilahi adalah kebenaran-kebenaran yang kita kenal sebagai dogma-dogma Gereja Katolik. Dogma-dogma ini adalah kebenaran-kebenaran yang dikhotbahkan rasul-rasul Yesus Kristus kepada GerejaNya sebagai pernyataan-pernyataan yang telah dikomunikasikan secara adikodrati [supernatural] atau diwahyukan oleh Allah sendiri. [Dogma-dogma tersebut] mendasari obyek terpusatan atau terutama dari aktivitas mengajar takdapatsalah Gereja. 

    Adalah penting untuk dicatat bahwa surat Kantor Kudus kita itu mendeskripsikan doktrin "bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja," tidak hanya sebagai suatu ajaran yang takdapatsalah, tapi juga sebagai suatu dogma. Surat itu bersikeras, dengan kata lain, bahwa ajaran ini tidak hanya sesuatu yang [sekedar] berhubungan dengan pesan Allah yang umum dan adikorati [supernatural], tapi [doktrin tersebut] termasuk dalam pesan yang diwahyukan itu sendiri.  Doktrin tersebut dihadirkan sebagai sebuah kebenaran yang diberikan para rasul sendiri kepada Gereja sebagai sebuah pernyataan yang diwahyukan Allah secara adikodrati [supernatural] kepada manusia melalui Tuhan Kita [ie. Yesus Kristus]. [Doktrin tersebut] adalah salah satu dari kebenaran-kebenaran yang mana Gereja berkepentingan secara utama dan esensial.
    ....
    Nah ada kecenderungan lama diantara beberapa penulis Katolik untuk membayangkan bahwa beberapa dogma Gereja cenderung menjadi kadaluarsa, dan bahwa, atas kepentingan kemajuannya sendiri, Gereja tidak bersikeras dengan ketat atas ajaran-ajaran yang dianggap tidak selaras dengan kondisi-kondisi modern.Paus Leo XIII mengkritik dengan keras salah satu aspek dari kecenderungan ini dalam suratnya Testem benovolentiae.[5] Sudahlah sangat jelas bahwa salah satu dogma Gereja yang oleh musuh-musuhnya [ie. musuh-musuh Gereja] paling tidak sejalan dengan pemikiran modern saat ini adalah ajaran bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja sejati. Secara bersamaan sebuah mentalitas seperti yang dimiliki kelompok Pusat St. Benediktus cenderung berkeyakinan bahwa, paling tidak dijaman kita, Gereja universal sedang tidak mengajarkan dogma mengenai perlunya Gereja bagi keselamatan manusia secara efektif. 

    Dengan demikian, kita telah mengetahui bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah Dogma. Dogma itu adalah pernyataan iman yang tidak dapat salah sehingga tentu tidak dapat dianulir/diganti/diubah oleh Konsili Ekumenis atau Infallibilitas Paus sekalipun.
    "Oleh karena itu, saya sepenuhnya menolak penggambaran keliru yang sesat bahwa dogma berkembang dan berubah dari suatu pengertian ke [pengertian] lain yang berbeda dari sesuatu yang Gereja pegang sebelumnya." Paus Santo Pius X, The Oath Against Modernism, 1 September 1910.
    "Oleh karena itu, juga, bahwa pemahaman mengenai dogma-dogma kudus yang Bunda Gereja Kudus pernah nyatakan harus terus-menerus dipertahankan ... " Paus Beato Pius IX, Konsili Vatikan I Sesi 3 Chapter 2 mengenai Pewahyuan, 1870.

    Konsili Vatikan II tidak menganulir/mengubah/mengganti dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus

    Kecenderungan yang Gereja temui saat ini adalah banyak anggota Gereja  baik Uskup, Imam dan awam (religius atau non-religius) menyatakan bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus telah dihapus oleh Konsili Vatikan II. Terutama di Indonesia, Kecenderungan ini diperparah dengan adanya materi pelajaran agama Katolik yang menyatakan bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus telah diganti. Mereka menganggap bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah  ajaran Gereja pra-Vatikan II, sedangkan dalam Gereja paska-Vatikan II dogma ini telah digantikan dengan ajaran "di luar Gereja ada keselamatan". Pertama-tama perlu kita pahami bahwa pembagian menjadi Gereja pra-Vatikan II dan Gereja paska-Vatikan II adalah sebuah dikotomi palsu yang sungguh parah sekali. Pembagian ini akan memberi efek bahwa Gereja itu mengubah ajarannya seturut perkembangan zaman, padahal tidak sama sekali. Gereja memang dinamis tetapi Gereja tidak pernah mengkompromikan ajaran iman dan moralnya sendiri. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) menolak dengan tegas pandangan bahwa Konsili Vatikan II mengganti dogma-dogma Gereja lainnya. Beliau menyampaikan pernyataan berikut di hadapan Para Uskup Chile:

    " ... Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatican II dan yang telah mem-provokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya (Vatikan II) tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II.

    "Konsili Vatikan II tidak diperlakukan sebagai bagian dari seluruh Tradisi yang hidup dari Gereja., tapi sebagai akhir dari tradisi, sebuah awal dari nol. Padahal sebenarnya adalah konsili ini tidak mendefinisikan dogma apapun, dan secara sengaja memilih untuk tetap berada pada level yang sederhana, hanya sebagai konsili pastoral; namun banyak yang memperlakukannya (Vatikan II) seakan-akan [Vatikan II] sendiri membuat dirinya (Vatikan II) menjadi suatu superdogma yang menghilangkan pentingnya semua [Tradisi hidup Gereja] yang lain.

    "Gagasan ini diperkuat oleh hal-hal yang terjadi sekarang ini. Apa yang sebelumnya dipandang paling kudus – [misalnya] bentuk dari liturgi yang telah diturunkan – tiba-tiba tampak sebagai sesuatu yang paling terlarang dari segalanya, satu-satunya yang bisa dengan aman dilarang.Sangatlah tidak ditoleransi untuk mengkritik keputusan-keputusan yang telah diambil sejak Konsili [Vatikan II]; di sisi lain, jika orang-orang membuat pertanyaan mengenai aturan-aturan kuno, atau bahkan kebenaran-kebenaran agung Imani – contohnya, keperawanan korporal Maria, kebangkitan tubuh Yesus, keabadian jiwa, dll. – tidak ada yang mengeluh atau hanya [menyampaikan keluhan] dengan sangat moderat. Aku sendiri, ketika aku adalah seorang profesor, telah melihat bagaimana uskup yang sama yang, sebelum konsili, telah memecat seorang guru yang benar-benar tidak dapat diperingatkan lagi, karena perkataan-perkataan kasar tertentu, ternyata [sang uskup tersebut] tidak siap, setelah Konsili Vatikan II, untuk melepas seorang profesor yang secara terbuka menyangkal kebenaran Iman fundamental tertentu.

    "Semua ini mengarah kepada sejumlah besar orang untuk bertanya pada diri sendiri apakah Gereja sekarang ini benar-benar sama dengan Gereja yang kemarin, atau kalau-kalau mereka [ie. pihak tertentu] telah mengubahnya (Gereja) menjadi sesuatu yang lain tanpa memberitahukan orang-orang. Satu-satunya cara yang mana untuk membuat Vatikan II masuk akal adalah untuk menyajikannya (Vatikan II) sebagai apa adanya; [yaitu sebagai] satu bagian dari ketidakterputusan, keunikan Tradisi dari Gereja dan dari imannya (Gereja).

    "Dalam gerakan-geraka spiritual dari era post-konsilar [ie. setelah Konsili Vatikan II], tidak ada keraguan sedikitpun bahwa telah ada ketidaktahuan, atau bahkan pengekangan, dari issu kebenaran: mungkin disini kita berhadapan dengan masalah krusial bagi teologi dan bagi karya pastoral saat ini.

    "'Kebenaran' dipandang sebagai suatu klaim yang terlalu mengagung-agungkan, sebuah 'triumphalisme' yang tidak dapat diijinkan lagi. Anda lihat sikap ini secara gamblang dalam krisis yang menyulitkan idealisme misionaris dan praktek misionaris. Jika kita tidak menunjuk kepada kebenaran dalam mengumumkan iman kita, dan bila kebenaran ini tidak lagi esensial bagi keselamatan Manusia, maka misi-misi kehilangan maknanya. Bahkan sebuah kesimpulan telah ditarik, dan telah ditarik hari ini, bahwa di masa depan kita hanya perlu untuk [berusaha] agar umat-umat Kristen menjadi umat-umat Kristen yang baik, umat-umat Moslem menjadi umat-umat Moslem yang baik, umat-umat Hindu menjadi umat-umat Hindu yang baik, dan seterusnya. Kalau sudah seperti itu, bagaimana kita bisa tahu kalau seseorang adalah umat Kristen yang 'baik', atau seorang umat Moslem yang 'baik'?

    "Gagasan bahwa semua agama – jika engkau berbicara secara serius – hanya simbol-simbol dari apa yang pada akhirnya tidak bisa dimengerti [adalah gagasan yang] secara cepat mendapat tempat dalam teologi, dan telah menembus kedalam praktek liturgi. Ketika sudah sampai ketitik tersebut, iman menjadi tertinggal, karena iman [pada titik tersebut] sebenarnya terdiri dari fakta bahwa aku mengikat diriku kepada kebenaran sejauh kebenaran itu diketahui. Jadi dalam masalah ini juga ada banyak motivasi untuk kembali ke jalan yang benar.

    Dari sebagian pernyataan Cardinal Ratzinger di atas, kita ketahui bahwa Konsili Vatikan II bukan superdogma yang menganulir/mengubah/mengganti dogma-dogma yang ada termasuk dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus.

    Hal ini dipertegas juga oleh Kongregasi Doktrin Iman dalam dokumen Responsa ad Questiones de Aliquibus Sententiis Ad Doctrinam de Ecclesia Pertinentibus yang terjemahannya dapat dibaca di katolisitas.org.

    PERTANYAAN PERTAMA
    Apakah Konsili Vatikan II mengubah doktrin Katolik mengenai Gereja?

    TANGGAPAN
    Konsili Vatikan II tidak mengubah atau bahkan bermaksud untuk mengubah doktrin ini, melainkan mengembangkan, memperdalam dan menjelaskan secara lebih mendalam mengenainya.
    Hal ini secara persis dikatakan oleh Yohanes XXIII pada saat pembukaan Konsili. (1) Paulus VI menetapkannya (2) dan memberikan komentar dalam penetapan promulgasi Konstitusi Lumen Gentium: “Tidak ada komentar yang lebih baik daripada menyatakan bahwa promulgasi ini sama sekali tidak merubah doktrin tradisi. Apa yang Kristus kehendaki, kami juga kehendaki. Apa yang ada, tetaplah seperti itu. Apa yang Gereja ajarkan selama berabad-abad, itu pula yang kami ajarkan. Dalam istilah yang lebih sederhana yaitu apa yang dahulu diasumsikan, kini menjadi eksplisit; bahwa yang dahulu tidak jelas, kini telah menjadi jelas; apa yang dahulu direnungkan, didiskusikan dan terkadang diperdebatkan, kini telah diletakkan bersama dalam satu rumusan yang jelas”.(3) Para Uskup telah berulangkali menyatakan dan memenuhi tujuan ini. (4)

    Dari dua teks ini (Pernyataan Cardinal Ratzinger dan Dokumen dari Kongregasi Doktrin Iman), dapat kita simpulkan bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir/mengganti/mengubah dogma-dogma apapun mengenai Gereja termasuk dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus.

    Sekarang bagaimana tanggapan umat Katolik terhadap dogma ini? 

    Setelah mengetahui bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah ajaran iman yang wajib diiimani, maka sudah sepantasnya dan sewajibnya dogma ini umat Katolik yakini dan pertahankan. Janganlah terlampau berpikir negatif terlebih dahulu mengenai dogma ini tetapi kenalilah dulu dogma ini. Sebagai seorang Katolik saya mengimani seluruh ajaran iman dan moral Gereja Katolik. Kata St. Agustinus dari Hippo "Saya percaya supaya saya mengerti dan saya mengerti supaya percaya lebih baik." Dengan demikian janganlah kita umat Katolik langsung segera menolak dogma ini. Jangan pula bermental "atau" sehingga kita menjebak diri kita sendiri dalam dikotomi palsu. Bentuk mentalitas "atau" itu tercermin dari pertanyaan "Apakah Kristus ATAU Gereja yang menyelamatkan?" . Padahal Gereja dan Para Bapa Gereja mengimani bahwa Kristus DAN Gereja adalah satu dan tak terpisahkan. Dokumen Suprema Haec Sacra di atas menyatakan bahwa "... dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti Gereja sendiri."

    Untuk mengerti dogma ini dalam artian yang dimengerti oleh Gereja sendiri, saya berikan link penjelasan Beato Yohanes Paulus II mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus ini http://indonesian-papist.blogspot.com/2011/05/penjelasan-beato-yohanes-paulus-ii.html . Dan untuk menambah penjelasan, saya juga berikan juga link penjelasan mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus ini dari seorang awam yang mana tulisan ini sendiri sudah diperiksa oleh seorang Imam Katolik http://indonesian-papist.blogspot.com/2011/04/extra-ecclesiam-nulla-salus-di-luar.html. Kemudian, silahkan baca juga tanya jawab mengenai EENS ini dalam situs katolisitas dot org http://katolisitas.org/2008/08/20/adakah-keselamatan-di-luar-tuhan-yesus-gereja-katolik/. Akhir kata, semoga tidak ada lagi anggota Gereja baik kaum tertahbis maupun non-tertahbis yang menyatakan bahwa "Di luar Gereja ada keselamatan". Melainkan, semoga semakin banyak anggota Gereja menyatakan bahwa"Di luar Gereja tidak ada keselamatan dan dogma ini harus dimengerti dalam artian yang dimengerti oleh Gereja". Pernyataan terakhir ini sekaligus menolak dua posisi ekstrim yang keliru. Ekstrim pertama yaitu yang menyatakan bahwa dogma ini telah dihapus. Ekstrim kedua yaitu yang memegang teguh dogma ini tetapi memahaminya tidak dalam artian Gereja memahaminya seperti yang dilakukan oleh Pater Leonard Feeney.

    Pater Leonard Feeney sungguh benar ketika menyatakan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah dogma resmi Gereja. Sayangnya beliau memahaminya terlalu ekstrim dan keliru serta gagal memahaminya seturut Gereja memahaminya. Beliau mengajarkan bahwa semua orang yang tidak secara resmi dan eksplisit masuk ke dalam Gereja Katolik akan masuk neraka. Dia juga berkata bahwa bayi-bayi yang tidak dibabtis akan langsung masuk neraka. Juga, orang dewasa yang tidak memasuki Gereja Katolik sekalipun orang-orang tersebut tidak pernah mendengar pewartaan akan Kristus dan Gereja, akan masuk neraka (hal ini bertentangan dengan KGK 847). Fr. Feeney menyatakan bahwa hanya baptisan air yang memberi rahmat keselamatan. Beliau menolak ajaran Gereja bahwa baptisan rindu dan baptisan darah memberi rahmat yang menyelamatkan dan membawa orang masuk ke dalam Gereja Katolik (secara implisit). Silahkan baca penjelasan mengenai Pater Leonard Feeney yang ditulis oleh Pater William Most di situs ewtn.com. Silahkan baca artikel ini dan artikel ini.

    Perlu dipertegas bahwa Gereja yang dimaksud di sini adalah Gereja Katolik, bukan yang lain.
    Pax et Bonum, Extra Ecclesiam Nulla Salus

  • Info Post
    Beato Yohanes Paulus II

    Semua Diselamatkan Melalui Kristus
    Audiensi Umum, 31 Mei 1995 (Paus Yohanes Paulus II)


    Kesulitan yang kadang menyertai kemajuan evangelisasi menyorot masalah yang rumit, yang solusinya tidak harus dicari dalam hal [yang] murni historis atau sosiologis.
    Ini adalah masalah keselamatan [bagi] mereka yang tidak tampak [berada dalam] Gereja.
    Kita tidak diberi kemungkinan untuk mencernakan misteri tindakan Allah dalam pikiran dan hati, untuk menilai kuasa kasih karunia Kristus sebagai pemilik, dalam kehidupan dan dalam kematian, semua yang "Bapa berikan kepada Dia," dan yang Dia sendiri nyatakan Dia tidak ingin "kehilangan." Kita mendengar Dia mengulangi ini dalam salah satu bacaan Injil yang disarankan dalam misa bagi orang mati (bdk. Yoh 6:39-40).

    Namun, seperti yang saya tulis dalam Ensiklik Redemptoris Missio, anugerah keselamatan tidak dapat dibatasi "pada mereka yang secara eksplisit percaya kepada Kristus dan telah memasuki Gereja. Karena keselamatan ditawarkan kepada semua, itu harus secara konkret tersedia bagi semua."
    Dan, dengan mengakui bahwa kenyataannya [masih] tidak mungkin bagi banyak orang untuk memiliki akses ke pesan Injil, aku menambahkan:

    "Banyak orang tidak memiliki kesempatan untuk datang untuk mengetahui atau menerima wahyu Injil atau untuk masuk [ke dalam] Gereja. Kondisi sosial dan budaya di mana mereka hidup tidak memungkinkan ini, dan seringkali mereka telah dibesarkan dalam tradisi agama lain " (RM 10).

    Kita harus mengakui bahwa, sejauh manusia dapat mengetahui dan meramalkan, ketidakmungkinan praktis ini tampaknya ditakdirkan untuk bertahan lama, mungkin sampai karya evangelisasi akhirnya selesai. Yesus sendiri mengingatkan bahwa hanya Bapa yang tahu "waktu yang tepat" ditentukan oleh Dia untuk pembentukan kerajaanNya di dunia (lih. Kis 1:7).

    Apa yang saya katakan di atas, bagaimanapun, tidak membenarkan posisi relativistik dari mereka yang mempertahankan bahwa jalan keselamatan dapat ditemukan dalam agama apapun, bahkan independen dari iman kepada Kristus Sang Penebus, dan bahwa dialog antaragama harus didasarkan pada ide ambigu.
    Bahwa [ada] jalan keluar untuk masalah keselamatan bagi mereka yang tidak meyakini Kredo Kristen, tidak sesuai dengan Injil.
    Sebaliknya, kita harus mempertahankan bahwa jalan keselamatan selalu melewati Kristus, dan karena itu Gereja dan misionarisnya memiliki tugas membuat Dia dikenal dan dicintai di setiap tempat, waktu dan budaya.
    Terpisah dari Kristus "tidak ada keselamatan." Seperti Petrus menyatakan di depan Sanhedrin pada awal-awal khotbah apostolik: "tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).

    Juga bagi mereka yang bukan karena kesalahan mereka sendiri tidak mengenal Kristus dan tidak dikenal sebagai orang Kristen, rencana ilahi telah menyediakan suatu jalan keselamatan.
    Seperti yang kita baca dalam Dekrit Konsili Ad Gentes, kita percaya bahwa "Allah dalam cara-cara yang diketahuiNya sendiri bisa membimbing orang yang bukan karena kesalahannya tidak tahu (inculpably ignorant) tentang Injil” menuju iman yang diperlukan untuk keselamatan (AG 7).
    Tentu saja, kondisi "ketidak tahuan bukan karena kesalahannya sendiri (inculpably ignorant) " tidak dapat dinilai atau ditimbang oleh penilaian manusia, tetapi harus diserahkan kepada penghakiman ilahi saja. Untuk alasan ini, Konsili menyatakan dalam Konstitusi Gaudium et Spes bahwa dalam hati setiap orang yang berkehendak baik, "Rahmat bekerja dengan cara yang tak terlihat .... Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang untuk dengan cara yang diketahui Allah digabungkan dengan misteri Paskah itu"(GS 22).

    Penting untuk menekankan bahwa jalan keselamatan yang ditempuh oleh mereka yang tidak tahu Injil bukanlah cara yang terpisah dari Kristus dan Gereja. Rencana keselamatan universal terkait dengan perantaran Kristus.
    "Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia."(1 Timotius 2:3-6).
    Petrus menyatakan ini ketika ia berkata: "Tidak ada keselamatan pada orang lain" dan menyebut Yesus sebagai "batu penjuru" (Kis 4:11-12), menekankan perlunya peran Kristus sebagai dasar Gereja.

    Penegasan "keunikan" Juruselamat berasal dari kata-kata Tuhan. Dia menyatakan bahwa Dia datang "untuk memberikan hidupNya sendiri untuk menebus banyak orang" (Mrk 10:45), yaitu, bagi kemanusiaan, sebagaimana St Paulus menerangkan ketika dia menulis: "Satu mati untuk semua" (2 Kor 5: 14; bdk Rom 5:18).
    Kristus memenangkan keselamatan universal dengan memberikan hidupNya sendiri. Tidak ada mediator lain yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai Juruselamat. Nilai unik dari pengorbanan salib harus selalu diakui dalam nasib setiap orang.

    Karena Kristus membawa keselamatan melalui Tubuh Mistik-Nya, yang adalah Gereja, jalan keselamatan secara mendasar dihubungkan dengan Gereja.
    Aksioma “extra ecclesiam nulla salus " - "di luar Gereja tidak ada keselamatan" - dinyatakan oleh St. Siprianus (Epist. 73, 21; PL 1123 AB), dalam tradisi Kristen.
    Aksioma ini dimasukkan dalam Konsili Lateran IV (DS 802), dalam Bulla Kepausan Unam Sanctam dari Bonifasius VIII (DS 870), dan Konsili Florence (Decretum pro Jacobitis, DS 1351).
    Aksioma ini berarti bahwa bagi mereka yang mengetahui fakta bahwa Gereja telah ditetapkan Allah melalui Yesus Kristus sebagai [hal yang] perlu, ada kewajiban untuk memasuki Gereja dan tetap di dalamnya guna mencapai keselamatan diri (lih. LG 14).

    Bagaimanapun, bagi mereka-mereka yang belum menerima proklamasi Injil, seperti yang saya tulis di Ensiklik Redemptoris Missio, keselamatan dapat diakses dengan cara yang misterius, sejauh rahmat ilahi diberikan kepada mereka berdasarkan pengorbanan penebusan Kristus, tanpa keanggotaan yang tampak di dalam Gereja, tetapi selalu dalam kaitannya dengan dirinya (cf. RM 10).
    Ini merupakan hubungan misterius.
    Ini adalah misteri bagi mereka yang menerima rahmat, karena mereka tidak tahu Gereja dan kadang-kadang bahkan secara lahiriah menolaknya. Hal ini juga misterius dalam dirinya sendiri, karena terkait dengan misteri rahmat penyelamatan, yang mencakup referensi hakiki pada Gereja yang didirikan Juruselamat.

    Supaya berlaku, anugerah keselamatan membutuhkan penerimaan, kerjasama, sebuah ya untuk karunia ilahi. Penerimaan ini, setidaknya secara implisit, berorientasi kepada Kristus dan Gereja.
    Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa sine ecclesia nulla salus -- "Tanpa Gereja tidak ada keselamatan."
    Berada dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus, meskipun secara implisit dan sungguh secara misterius, adalah syarat esensial untuk keselamatan.

    Agama dapat memberikan  pengaruh yang positif terhadap nasib mereka yang ada di dalamnya dan mengikuti bimbingannya dalam semangat tulus. Namun, dikarenakan tindakan yang menentukan bagi keselamatan merupakan karya Roh Kudus, kita harus ingat bahwa manusia menerima keselamatannya hanya dari Kristus melalui Roh Kudus.
    Keselamatan sudah dimulai selama hidup di dunia. Rahmat ini, ketika diterima dan ditanggapi, menghasilkan buah dalam arti injil bagi bumi dan surga.

    Demikianlah pentingnya peran Gereja yang tak tergantikan. Dia "bukanlah akhir dari dirinya sendiri, melainkan sungguh-sungguh berkaitan dengan kepenuhan Kristus, dalam Kristus dan bagi Kristus, serta sepenuhnya dari manusia, antara manusia dan untuk manusia." Peran ini tidak kemudian "ecclesiocentric," seperti yang kadang dikatakan.
    Gereja tidak ada dan juga tidak bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi pada pelayanan kemanusiaan yang dipanggil untuk menjadi anak-anak Allah dalam Kristus (cf. RM 19).
    Sehingga Gereja melaksanakan perantaraan secara implisit berkaitan dengan orang-orang yang tidak tahu Injil.

    Apa yang telah dikatakan, bagaimanapun, tidak boleh mengarah pada kesimpulan bahwa aktivitas misionaris kurang diperlukan dalam situasi ini - justru sebaliknya. Pada kenyataannya, siapa pun yang tidak mengenal Kristus, bahkan bukan karena kesalahan sendiri, adalah dalam keadaan kegelapan dan kelaparan spiritual, seringkali dengan dampak negatif pada tingkat budaya dan moral.
    Pekerjaan misionaris Gereja dapat menyediakan mereka dengan sumber daya untuk pengembangan penuh anugrah keselamatan Kristus, dengan menawarkan ketaatan penuh dan secara sadar kepada pesan iman dan partisipasi aktif dalam kehidupan Gereja melalui sakramen-sakramen.

    Ini adalah pendekatan teologis yang ditarik dari tradisi Kristen. Magisterium Gereja telah mengikutinya dalam ajaran dan praktek sebagai cara yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri bagi para rasul dan misionaris di setiap zaman.

    ---------------------------
    Komentar: 
    Beato Yohanes Paulus II menunjukkan kepada kita bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir dogma ini bahkan dalam audiensi ini, Beliau malah mempertahankan dan membela dogma ini.

    Mari, kita mohon doa dan perantaraan dari Beato Yohanes Paulus II, yang dikanonisasi pada hari Minggu ini. Supaya Gereja semakin jaya, dan kita semua bisa menjadi garam dan terang bagi orang sekitar kita, sehingga pesan Injil sampai kepada mereka-mereka yang belum mengenalNya.
    Amin.
    terima kasih kepada saudara kita Shevyn atas terjemahan dokumen ini.

Karikatur Sadar Liturgi ini adalah karya romo F.X. Agis Triatmo O.Carm.
masing-masing content link berisi 8 sampai 10 karikatur
6
Karikatur Sadar Liturgi (silahkan klik untuk melihat)
12345678910
11121314151617181920
21222324252627282930
31323334353637383940
41424344454647484950

Mengapa Yesus Harus Mati? – Ev. Andree Kho

        Di dalam semua agama, ada hal-hal tertentu yang sampai batas tertentu kelihatannya sama. Misalnya: Semua agama mengajarkan, supaya manusia berbuat baik. Semua agama mengakui bahwa meskipun manusia diharapkan berbuat baik, tetapi manusia juga penuh kelemahan dan keterbatasan, sehingga usaha terbatas seringkali gagal, bahkan tidak ada seorang manusia yang luput dari dosa. Dan semua agama juga setuju ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah dosa ini. Sampai di sini, semua agama kelihatannya memiliki pandangan yang sama, tetapi maju satu langkah lagi dari titik ini, semuanya menjadi berbeda.


        Agama yang satu mengajarkan bahwa menyelesaikan dosa, seseorang harus mengimbanginya dengan perbuatan baik, melakukan banyak amal kepada orang lain. Yang satunya mengatakan bahwa untuk menyelesaikan dosa, seseorang harus mematikan sifat-sifat atau kecenderungan dosa yang ada di dalam hati dan pikirannya, dia harus banyak-banyak merenung, bermeditasi mengosongkan hati dan pikirannya dari nafsu yang jahat. Dengan banyak latihan, dia akan mampu mengendalikan sekaligus membersihkan dirinya dari dosa. Yang lainnya mengajarkan bahwa untuk membersihkan diri dari dosa, orang harus berpuasa penih dalam bulan penyucian tertentu, membaca ayat, sembahyang, mendekatkan diri kepada Tuhan dan memberi sedekah kepada kaum miskin. Ada agama yang mengajarkan bahwa karena orang berdosa, dia harus membayarnya dengan penderitaan. Lebih baik menderita di dalam hidup ini daripada menderita siksaan di akherat nanti. Ini dari semuanya itu adalah: engkau sendiri harus berjuang melakukan sesuatu untuk membereskan dosamu.




















        Di sini terjadi perbedaan tajam dengan ajaran kekristenan. Kekristenan mengajarkan bahwa orang tidak perlu melakukan hal itu, karena dia memang tidak bisa melakukan itu. Orang berdosa tidak mungkin melakukan apa saja yang cukup untuk membersihkan noda dosa yang ada pada dirinya, dan dia tidak bisa melakukan apapaun untuk menghindar dari akibat yang ditimbulkan dosa atas dirinya. Kebenaran ini seringkali menjadi hambatan besar di dalam dialog dengan orang yang berkerpercayaan lain, bahkan tidak jarang menimbulkan kebingungan pada diri orang Kristen itu sendiri.
        Sebagai orang Kristen, kita katakan bahwa kita semua telah berdosa kepada Tuhan. Secara umum, semua orang setuju bahwa kita telah berdosa terhadap Allah. Ketika kita ajak dia untuk menyelesaikan dosa, dia katakan: Baik, saya mau. Tapi ketika kita ajak dia bertobat mengaku dosa di bawah salib Kristus, dia menolak. Dia bertanya: Mengapa saya harus melakukan itu? Saya tahu saya berdosa kepada Tuhan, saya setuju saya harus mengaku dosa dan bertobat, dan saya akan lakukan itu. Saya akan datang kepada Allah mengaku dosa saya. Menurut Saudara apakah Allah tidak akan mengampuni saya?
        Banyak orang Kristen mengalami kesulitan, ketika dialog berkembang sampai tahap itu. Kalau orang Kristen menjawab: Ya, Allah akan mengampuni. Maka dia akan mengatakan: Lalu kenapa saya harus percaya Yesus? Sebaliknya kalau dikatakan: Tidak. Dia akan keheranan tidak mengerti, mengapa? Saya mengakui saya orang berdosa dan harus bertobat. Mengapa lalu orang lain yang harus menanggung kesalahan saya, mati buat saya dan lalu saya hanya perlu percaya saja kepada Dia dan diampuni begitu saja? Ajaran Kristen supaya orang berdosa datang kepada Kristus mengaku dosa, dianggap sebagai ajaran yang didramatisir secara berlebihan. Dan banyak orang Kristen yang tidak memiliki pengertian yang cukup akan Kebenaran Agung ini, kemudian menjadi bingung tidak bisa menjawab.
        Kebingungan ini berkaitan dengan satu pertanyaan teologis yang sangat serius: Bisakah Allah mengampuni begitu saja orang berdosa yang datang bertobat mengaku dosa kepada-Nya? Jawabannya adalah: Tidak bisa! Alasannya adalah karena Allah tidak bisa menarik kembali sanksi hukuman yang telah Dia proklamirkan. Di Taman Eden, suatu kalimat sanksi ilahi telah disampaikan yaitu bahwa pada hari engkau makan buah itu, engkau pasti mati (Kej. 2:17). Kalimat ini tidak bisa ditarik kembali. Kalau kalimat ini tidak dijalankan, maka Dia menjadi Allah yang tidak bisa dipercaya lagi dan hukuman-Nya tidak bisa lagi dipegang, termasuk janji pengampunan dosa yang Dia berikan, tidak lagi bisa diyakini. Kalau Allah tidak konsisten dengan ucapan-Nya, maka hari ini kita tidak punya jaminan apapun, termasuk pengampunan dosa. Dia sudah mengampuni dosa kita kemarin, tetapi besok karena suatu alasan Tuhan membatalkannya lagi. Hari ini kita selamat, tetapi minggu depan keselamatan itu dibatalkan lagi. Yang seperti itu bukan Allah! Allah tidak bisa berdusta dengan cara seperti itu! Itu sebabnya tidak ada cara lain, tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah dosa manusia, kecuali: sanksi ilahi tetap dijalankan, dan ada pihak yang dihukum.
        Hukuman harus jalan, yang berdosa harus dihukum! Ini menjadikan permasalahan semakin sulit, siapa yang sanggup menerima hukuman itu dan sekaligus mengatasinya? Hukuman itu sendiri adalah Maut, kematian. Kematian dalam aspek rohani berarti terputus, terpisah dan terbuang dari Allah, sumber kehidupan, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekatan-Nya, selama-lamanya (2Tes. 1:9). Dengan sanksi seberat itu, siapa berani berdiri di hadapan Tuhan dan berkata: “Saya orang berdosa, sekarang biar saya tanggung sendiri resiko hukumannya.” Melakukan itu berarti meminta neraka, dan kita tidak mau neraka. Dan untuk memungkinkan orang berdosa luput dari neraka, hanya ada satu cara.
        Dia harus ditikam karena pemberontakan kita, Dia harus diremukkan oleh karena kejahatan kita; supaya ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan supaya oleh luka yang diderita-Nya, kita boleh disembuhkan dan penyakit dosa yang mengancam kematian nyawa kita secara kekal; supaya kita domba-domba yang telah sesat itu bisa dipanggil pulang kembali. (Yes. 53:1-6).
        Kita tidak mungkin bisa menanggung hukuman itu. Yang sungguh-sungguh menakutkan bagi kehidupan manusia justru adalah bahwa dia sama sekali tidak berdaya untuk lari dari hukuman. Secara yuridis, dia seperti seorang terhukum yang sudah divonis oleh pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku, tinggal tunggu pelaksanaannya saja. Tidak ada seorangpun yang bisa menolong dia, apa lagi dirinya sendiri. Tidak ada orang yang bisa mengatakan: “Biarlah saya mati menanggung dosamu supaya engkau tidak dihukum.” Orang lain tidak bisa melakukan itu, karena dia sendiri sama-sama ada di bawah ancaman hukuman, dan diapun tidak akan bisa mengatasi akibat hukuman itu. Dia bukan sekadar membayar hutang orang lain dalam jumlah tertentu, dia sedang berurusan dengan nyawa di dalam kekekalan.
        Tidak ada orang yang bisa menghindari dirinya dari hukuman atas dosa, kecuali: ada orang lain yang tidak bersalah, tidak berdosa, yang bersedia menggantikan orang berdosa menerima hukuman itu, dan sekaligus mampu mengalahkan akibat dari hukuman itu. Untuk itu, tidak ada orang yang bisa melakukan, kecuali Anak Allah sendiri; Anak Allah sendiri: Yesus Kristus. Nabi tidak bisa mengambil posisi itu, orang sesaleh apapun tidak bisa, sebab mereka semua sama berdosanya dengan orang lain.
        Yesus Kristus, Anak Allah, Dia tidak berdosa. Orang boleh tidak suka kepada-Nya, orang boleh memfitnah Dia dengan apa saja, bahkan orang boleh membunuh-Nya dan mereka telah lakukan hal itu. Tetapi tidak pernah ada orang yang bisa menunjukkan satu kesalahan saja yang Dia lakukan, tidak ada! Bahkan musuh-musuh-Nya pun tidak bisa menunjukkan itu. Yesus, Anak Allah, tidak pernah dibuktikan bersalah. Bukan hanya itu saja, Dia juga satu-satunya yang sanggup mengatasi akibat hukuman itu. Dia mengalami maut seketika itu saja, tetapi kemudian Dia mengalahkan kuasa maut itu, Dia mematahkan sengat maut itu.
        Banyak orang berusaha dengan kemampuan akalnya, dengan kemampuan akademisnya, untuk membuktikan bahwa “Yesus bukan Anak Allah”. Tetapi sejauh ini kita hanya tahu bahwa; kalau Dia bukan Anak Allah, Dia pasti tidak bisa mengatasi hukuman atas dosa. Maka jadilah kekristenan suatu omong kosong paling besar di dalam sejarah kehidupan manusia. Kalau Yesus bukan Anak Allah, maka kekristenan adalah agama yang paling rendah, yang tidak ada bedanya dengan bualan tukang obat di pinggir jalan.
        Kita bukan orang yang sedang nonton atraksi jual obat di pinggir jalan. Kita adalah orang-orang yang berbahagia, karena telah mengalami jasa kematian Anak Allah di bukit itu. Dan kita seharusnya menjadi anak-anak-Nya yang selalu ingat dan bersyukur atas apa yang telah Dia lakukan bagi kita. Bukan hanya bersyukur di bibir saja, tetapi juga hidup sesuai dengan status tersebut, dan dengan serius menjaga kemuliaan hidup kita sebagai anak-anak Allah yang mulia.
        Kebenaran Alkitab, sering disalah mengerti oleh orang-orang yang memang tidak mengerti, bahkan Tuhan Yesus sendiri direndahkan, tidak dipandang, tidak diperhitungkan oleh orang-orang sezaman-Nya. Bahkan ketika Dia sudah disalib, orang masih mengolok-olok, menantang Dia: “Kalau Engkau Anak Allah, turun dari salib kayu itu maka kami akan percaya. Engkau mengatakan Engkau adalah Anak Allah, lalu mengapa Engkau tidak berdaya menyelamatkan diri-Mu sendiri? Mengapa Engkau harus mati konyol seperti itu? Turun dari kayu itu, buktikan diri-Mu bahwa Engkau adalah Anak Allah. Turunlah dari kayu itu.”
        Orang mengejek Dia, mengira Dia justru yang kena tulah. Rupanya begitu kasihan; tubuh yang dipecah-pecah kena cambuk, darah mengalir dari pelipis-Nya, karena duri dari mahkota itu tertancap di sana ketika dipasang secara paksa, luka paku pada tangan dan kaki-Nya yang semakin lama semakin besar tertarik berat badan-Nya sendiri. Mengapa Engkau harus menderita semua itu? Mengapa Engkau harus mati di atas salib itu? Mengapa Engkau tidak turun dari situ dan membungkam hujatan orang-orang berdosa itu? Mengapa Engkau harus mati? Karena kasih-Nya kepada kita. Karena kalau hari itu Dia turun dari atas salib, maka Saudara dan saya yang harus naik di sana.
Sumber: Majalah TRINITAS Edisi I / 1998
Penerbit: Departemen Literatur Gereja Kristen Abdiel Trinitas, Surabaya. 
Source : https://thisisreformedfaith.wordpress.com/

Kapan Sesungguhnya Yesus Dilahirkan? – Esra Alfred Soru

1 KAPAN SESUNGGUHNYA YESUS DILAHIRKAN?


Esra Alfred Soru*


Mungkin pada saat tulisan ini sampai kepada anda, anda sementara sibuk dengan berbagai perayaan Natal. Kuucapkan “SELAMAT NATAL dan TAHUN BARU”. Adalah baik jika kita merayakan dan bergembira karenanya sebab Allah telah berkenan diam di antara kita, menjadi sama dengan kita dengan tujuan mulia untuk menyelamatkan kita. Namun lebih jauh dari itu, betapa pentingnya bagi kita untuk memahami beberapa hal yang berhubungan dengan Natal sehingga kita dapat merayakannya dengan pengertian dan pengetahuan yang baik tentangnya. Selama beberapa hari ini saya akan membahas beberapa persoalan di sekitar peristiwa Natal dan di bagian pertama tulisan ini akan membahas “Kapankah Yesus dilahirkan?”


“Kapankah Yesus dilahirkan?” Pertanyaan ini mengacu kepada dua hal yakni (1) “bulan apakah Yesus dilahirkan?” dan (2) “tahun berapa Yesus dilahirkan?”


Bulan apakah Yesus dilahirkan?


Menyangkut tanggal kelahiran Kristus, benarkah Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Tidak! Tidak ada satu sumber pun yang mengacu pada tanggal tersebut. Kalau kita membaca Alkitab dengan seksama maka kita mempunyai satu acuan yang baik yakni dalam Luk 2:8 : “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”. Jadi waktu Yesus dilahirkan bertepatan dengan saatnya para gembala tinggal di padang untuk menjaga kawanan ternak. Dari fakta ini rasanya sulit untuk mengatakan bahwa kelahiran Kristus terjadi pada bulan Desember. Mengapa? Karena bulan Desember adalah musim dingin di Israel. (Catatan : Israel terletak pada garis lintang yang sejajar dengan Jepang dan Korea Selatan). Herlianto dalam website Yayasan Bina Awam (www.yabina.org) berkata : “Kelihatannya bulan dan tanggal itu (25 Desember) tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya”. Dengan demikian Yesus tidak mungkin lahir pada bulan Desember. Klemens dari Alexandria juga pernah mengatakan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon (20 Mei) namun ini juga bukan suatu kepastian. Lalu bulan apa? Kita memiliki data lain dari Alkitab yakni waktu ketika Zakharia masuk ke Bait Allah dan bertugas di sana. Waktu itu berkisar bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun yakni di bulan Tishri (September – Oktober). Bulan ini sepertinya lebih dapat diterima daripada bulan Desember meskipun ini bukanlah suatu kepastian.


Mengapa menjadi 25 Desember?


Kalau memang waktu kelahiran Yesus bukanlah di bulan Desember, lalu mengapa atau darimana munculnya tradisi Natal yang dirayakan tanggal 25 Desember ini? Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Christmas’mengatakan : “Alasan mengapa Natal sampai dirayakan pada tanggal 25 Desember tetap tidak pasti, tetapi paling mungkin alasannya adalah bahwa orang-orang Kristen mula-mula ingin tanggal itu bertepatan dengan hari raya kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari matahari yang tak terkalahkan’ …; hari raya ini merayakan titik balik matahari pada musim dingin, di mana siang hari kembali memanjang dan matahari mulai naik lebih tinggi di langit. Jadi, kebiasaan yang bersifat tradisionil yang berhubungan dengan Natal telah berkembang dari beberapa sumber sebagai suatu akibat dari bertepatannya perayaan kelahiran Kristus dengan perayaan kafir yang berhubungan dengan pertanian dan matahari pada pertengahan musim dingin. … Tanggal 25 Desember juga dianggap sebagai hari kelahiran dari dewa misterius bangsa Iran, yang bernama Mithra, sang Surya Kebenaran”. Lalu kalau begitu apakah perayaan Natal ini berbau kekafiran seperti dituduhkan oleh beberapa golongan belakangan ini? (Catatan : Beberapa gereja menolak merayakan Natal karena beranggapan bahwa Natal bersumber dari tradisi kafir). Tentu saja tidak! Harus diingat bahwa perayaan Natal yang bertepatan dengan perayaan kafir itu bukan berarti bahwa umat Kristen waktu itu menyembah dewa-dewa kafir. Sebaliknya justru mereka ingin menjauhkan diri dari kekafiran. Perhatikan kata-kata Herlianto : “Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan ‘kelahiran matahari’ itu menjadi perayaan ‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), dan Alexandria (430), kemudian menyebar ke tempat-tempat lain”. (www.yabina.org). Herlianto melanjutkan : “Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma dari dewa matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak lagi mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman. Karenanya Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’ menulis : “…hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. …” Demikianlah asal usul perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.


Tahun berapakah Yesus dilahirkan?


Sama seperti masalah tanggal/bulan kelahiran Kristus, tahun kelahiran Kristus pun tidak pasti. Namun demikian, kita memiliki beberapa acuan historis dari Alkitab. (1) Yesus dilahirkan pada zaman raja Herodes (Mat 2:1). Kalau Yesus dilahirkan pada zaman raja Herodes maka kita memerlukan informasi masa pemerintahan Herodes. Flavius Josephus seorang sejarawan Yahudi memberikan informasi bahwa Herodes mulai memerintah dari tahun 73 hingga tahun 4 SM (tahun kematiannya). Itu berarti bahwa Yesus tidak mungkin lahir setelah tahun 4 SM karena sewaktu Yesus lahir Herodes masih hidup dan bahkan Herodes ingin membunuhnya. Dari terang ini kita bisa memperkirakan bahwa Yesus lahir beberapa tahun sebelum kematian Herodes (tahun 4 SM). (2) Yesus dilahirkan pada saat Kaisar Agustus mengadakan sensus di mana Kirenius menjadi wali negeri di Siria (Luk 2:1-2). Menurut catatan Josephus, seorang bernama Kirenius pernah dikirim ke Siria dan Yudea untuk menyelenggarakan suatu sesus pada permulaan tarikh masehi. Sensus ini merupakan bagian dari operasi pembersihan setelah Arkhelaus (putera Herodes Agung) dipecat dari jabatannya. Peristiwa ini terjadi beberapa tahun setelah Herodes mati (tahun 6-7 M). Melihat data ini rasanya sulit mencocokkannya dengan acuan pertama di atas namun penjelasan dapat diberikan untuk ini bahwa Lukas memberikan catatan awal dari tugas Kirenius itu (beberapa tahun sebelum tahun 6-7 M) namun mengingat masalah transportasi dan komunikasi yang sangat sulit waktu itu maka tugas itu baru berakhir pada tahun 6-7 M seperti yang dicatat oleh Josephus. (Informasi : Untuk memahami lebih jauh masalah ini, silahkan baca buku John Drane “Memahami Perjanjian Baru” hal. 54-57). (3) Yesus dibaptis ketika berumur 30 tahun yakni tahun ke 15 dari pemerintahan kaisar Tiberius (Luk 3:1). Pemerintahan resmi Kaisar Tiberius atas Roma dimulai pada tahun 14 M sehingga tahun ke 15 pemerintahnnya adalah tahun 28 M. Namun sebenarnya ia telah memerintah bersama kaisar Agustus sejak tahun 11 M sehingga meskipun ia secara resmi baru memerintah tahun 14 M (setelah Agustus mati) tetapi sesungguhnya ia telah memegang kekuasaan sejak tahun 11 M. Mungkin sekali Lukas menghitung tahun ke 15 pemerintahan Tiberius ini dari tahun 11 M sehingga tahun ke 15 pemerintahan Tiberius adalah tahun 25-26 M. Kalau pada tahun 25-26 M Yesus berumur 30 tahun, maka dapat diperkirakan waktu kelahiran Yesus dari sini yakni berkisar tahun 5 atau 4 SM. Dari semua data sejarah ini pada umumnya para ahli sejarah dan teolog memberikan perhitungan tahun kelahiran Yesus di sekitar tahun 8 hingga tahun 4 SM. Ada yang berkata Yesus lahir sekitar tahun 8-5 SM, ada juga yang memperkirakan tahun 6-4 SM.


Mengapa Yesus lahir “Sebelum Masehi”?


Dari beberapa perhitungan tahun kelahiran Yesus yang telah dikemukakan di atas, semuanya mengacu pada masa sebelum Masehi. Kata “Masehi” sesungguhnya mempunyai akar kata yang sama dengan “Mesias” dalam bahasa Ibrani dan “Kristus” dalam bahasa Yunani. Jadi sesungguhnya kata “Masehi” yang dipakai dalam perhitungan tahun-tahun pada masa kini menunjuk pada Kristus. Jika kita menyebut tahun 50 SM (Sebelum Masehi) artinya ada 50 tahun sebelum kelahiran Kristus. Jika kita menyebut tahun 100 M (Masehi) maka maksudnya adalah 100 tahun setelah kelahiran Kristus. Tentu sesuatu yang sangat menarik bahwa tahun kelahiran Kristus dijadikan sebagai patokan perhitungan tahun dalam dunia ini. Lalu bagaimana dengan perhitungan-perhitungan tahun kelahiran Kristus yang mengacu pada masa sebelum Masehi? Jika kita berkata bahwa Kristus dilahirkan sekitar tahun 8-5 sebelum Masehi bukankah itu berarti bahwa Kristus lahir sekitar 5-8 tahun sebelum kelahiran-Nya? Bukankah ini sebuah kejanggalan? Mengapa bisa terjadi seperti ini?


Pada abad 6 kaisar Justinian memberikan perintah kepada seorang yang bernama Dionisius Exegius untuk membuat sebuah kalender dengan perhitungan tahun Masehi (tahun kelahiran Kristus) untuk mengganti kalender Romawi saat itu yang memakai perhitungan tahun berdasarkan tahun berdirinya kota Roma yang biasanya disingkat AUC (Ab Urbe Condita). Menurut perhitungan tahun AUC, kelahiran Kristus jatuh pada tahun 747 namun ternyata dalam pembuatan kalender Masehi itu Dionisius Exegius membuat kekeliruan perhitungan dengan menempatkan kelahiran Kristus pada tahun 753 AUC sehingga terjadi kekurangan sekitar 6 tahun. (Informasi : Baca penjelasannya lebih lanjut dalam buku Selamat Natal karangan Andar Ismail, hal. 43). Kekeliruan ini tidak sempat diperbaiki karena kalender yang dibuat telah dipublikasikan ke seluruh kekaisaran Romawi bahkan sudah diterima seluruh dunia pada masa kini (Catatan : Jadi kalender yang kita pakai sekarang ini adalah hasil karya Dionisius Exegius). Karena kekurangan ini maka Kristus yang seharusnya menurut tarikh Masehi dilahirkan pada tahun 0 (nol) sebagai pusat perhitungan tahun-tahun akhirnya bergeser kira-kira 6 tahun. Itulah sebabnya perhitungan tahun kelahiran Kristus menjadi bergeser beberapa tahun dari tahun 0 (nol) sehingga para sejarawan dan peneliti menempatkannya sekitar tahun 6-4 SM. Dan dengan demikian perhitungan tahun kita saat ini juga berkurang sekitar 6 tahun. Jadi seandainya tidak terjadi kekeliruan perhitungan Exegius maka sekarang ini kita bukannya berada pada tahun 2004 melainkan mungkin di sekitar tahun 2008 atau 2010. Faktanya Exegius telah salah menghitung dan akhirnya tahun-tahun berkurang 6 tahun sehingga kita saat ini masih berada di tahun 2004. Demikianlah alasan bagi kejanggalan di sekitar tahun kelahiran Kristus.


2 Kelahiran Kristus Yang Ajaib (Dari Perawan Maria)


ANTARA “KATA ALKITAB” DAN “KEBERATAN MASA KINI”


Esra Alfred Soru*


Sebentar lagi umat Kristiani sedunia akan merayakan suatu hari raya besar yakni NATAL. Suatu perayaan untuk mengingat suatu peristiwa penting dalam sejarah dunia yakni kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dunia. Ia yang adalah Allah pencipta alam semesta itu datang menjenguk manusia dengan menyamar sebagai manusia. Itulah yang dikenal dengan istilah “inkarnasi”.


Kesaksian Alkitab


Menurut kesaksian Alkitab, sewaktu Yesus berinkarnasi ke dalam dunia ini, Ia tidak datang dengan kebesaran-Nya sebagai Allah alam semesta melainkan datang dalam rupa seorang bayi mungil melalui rahim seorang perawan Yahudi bernama Maria. Injil Matius dan Lukas menggambarkan dengan jelas bahwa bayi yang dikandung perawan Yahudi itu adalah hasil karya Roh Kudus dan bukan hasil hubungan seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sesungguhnya hal ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara mendadak atau kebetulan melainkan sudah dinubuatkan jauh sebelumnya. Dalam Kej 3:15 dikatakan : “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Jadi ada satu janji bahwa akan datang seorang keturunan perempuan itu yang akan berhasil meremukkan kepala ular itu. Menarik untuk dipikirkan bahwa keturunan yang akan datang itu tidak disebut sebagai keturunan laki-laki melainkan keturunan perempuan. Dalam kebudayaan paternalistik seperti di Yahudi, sering disebutkan dalam silsilah-silsilah tentang seorang laki-laki yang memperanakkan. Contohnya Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, dst. Kalau dikatakan bahwa Abraham memperanakkan Ishak maka dengan sendirinya orang mengerti bahwa bukan Abraham yang melahirkan Ishak melainkan istrinya. Jadi kalau Alkitab berkata tentang seorang laki-laki yang memperanakkan seseorang maka sudah tentu harus dimengerti hal itu dalam hubungan dengan seorang perempuan. Di sini sangat menarik bahwa ternyata keturunan yang akan meremukkan kepala ular itu bukanlah disebut keturunan laki-laki melainkan keturunan perempuan. Dengan demikian sebenarnya janji ini ingin mengatakan bahwa akan datang seseorang keturunan perempuan (tanpa laiki-laki) yang akan meremukkan kepala ular yakni iblis itu. Siapakah keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala iblis itu? Dialah Yesus Kristus yang lahir bukan dari keturunan laki-laki (dan perempuan) melainkan keturunan perempuan (tanpa laki-laki). Itulah sebabnya Kej 3:15 ini sering disebut “Proto Evangelium” (Injil yang pertama). Jadi sesungguhnya Kej 3:15 adalah sebuah tipe dari anti tipe yang akan datang yakni Kristus sendiri. Janji ini diteguhkan lagi oleh nabi Yesaya ketika ia berkata : “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. Dan hal ini sungguh digenapi dalam diri Yesus Kristus sewaktu masuk ke dalam dunia ini. Mat 1:20-23 berkata : “…sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi : “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti: Allah menyertai kita”. Jadi kedatangan Kristus ke dalam dunia ini melalui seorang perawan adalah penggenapan nubuatan dalam PL. Hal ini dipercayai dengan pasti oleh orang-orang Kristen yang sejati bahkan muncul dalam rumusan Pengakuan Iman Rasuli yang kita ucapkan setiap minggunya : “Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal Tuhan kita, yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria…”


Perkembangan selanjutnya


Kepercayaan akan kelahiran Kristus dari seorang perawan sudah dipercayai golongan ortodoks selama ribuan tahun namun rupanya dalam perkembangan selanjutnya, doktrin/kepercayaan ini mulai ditentang dan ditolak terutama oleh aliran liberal dan juga gerakan “Jesus History” atau “Jesus Seminar”. Penolakan ini begitu hebat sehingga pokok ini menjadi suatu pokok yang sangat kontroversial. Pokok ini yang paling banyak diperdebatkan dalam studi Kristologi di samping topik kematian dan kebangkitan Kristus. Millard J. Erickson berkata : “Di akhir abad 19 dan awal abad 20, kelahiran Yesus dari seorang perawan berada di garis depan perdebatan di antara golongan fundamentalis dengan golongan modernis. Golongan fundamentalis bersikeras bahwa doktrin ini merupakan kepercayaan yang sangat menentukan. Golongan modernis menyangkal doktrin ini sebagai tidak penting atau tidak dapat dipertahankan atau menafsirkannya kembali secara tidak harfiah. Bagi golongan fundamentalis, doktrin ini merupakan jaminan keunikan kualitatif dari keallahan Kristus, sedangkan bagi golongan modernis doktrin ini mengalihkan perhatian dari kenyataan rohani-Nya kepada persoalan yang sekedar biologis saja. (Teologi Kristen II; hal. 393-394). Demikian pula D. James Kennedy : “Dari semua mujizat-mujizat dan misteri dalam Alkitab, mujizat kelahiran Yesus Kristus melalui perawan Maria sudah mengalami serangan yang paling galak. Anehnya, serangan-serangan yang paling bersikap memusuhi datang dari mereka yang menganggap dirinya sebagai ahli teologia dan pelayan-pelayan Injil. Dengan mengaku bahwa mereka hanya ingin membersihkan semua yang berbau “mistik” dan “dongeng” dari kisah-kisah dalam Injil…” (Solving Bible Mysteries; hal. 69-70). Dan menariknya adalah bahwa penolakan terhadap doktrin ini justru dimulai dari seorang Pendeta yakni Harry Emerson Fosdick, Pendeta pada sebuah gereja megah “Riverside Church” di New York yang adalah pemimpin aliran teologi liberal di Amerika Serikat. Perhatikan kata-kata dalam khotbah Fosdick ini : “Aku ingin meyakinkan anda saat ini juga bahwa aku tidak percaya pada kelahiran melalui seorang perawan dan aku harap anda semua juga tidak. Doktrin ini mengalihkan perhatian dari kenyataan rohani-Nya kepada persoalan yang sekedar biologis saja. (Kennedy : 69; lihat juga Erickson : 394). D. James Kennedy ketika mengutip kata-kata Fosdick ini berkomentar : “Kata-kata itu diucapkan dalam paruh waktu pertama abad 20 dari atas mimbar…sejak itu kata-kata tersebut selalu bergema di semua gereja liberal di seluruh Amerika”. (Kennedy : 69).


Keberatan-keberatan terhadap doktrin ini


Ada beberapa keberatan yang biasa diajukan untuk menolak ajaran tentang kelahiran Kristus dari seorang perawan. Kita akan melihatnya satu per satu dan mengujinya. Apakah keberatan modern ini layak menggugurkan kepercayaan ordoksi terhadap kelahiran ajaib Kristus dari seorang perawan?


Keberatan Pertama : Doktrin ini tidak masuk di akal dan bertentangan dengan hukum alam.


Inilah keberatan pertama dan utama. Mana mungkin seorang perempuan bisa hamil tanpa hubungan dengan seorang laki-laki? Ini adalah suatu hal yang tidak masuk di akal. Benarkah demikian? Sebelum menjawabnya, baiklah kita sadari satu hal bahwa sebenarnya akar dari pandangan semacam ini adalah ketidakpercayaan terhadap mujizat. D. James Kennedy menulis : “Jadi mengapa begitu banyak gereja dan hamba-hamba Tuhan yang menolak kelahiran melalui perawan? Alasan pertama adalah bahwa adanya kerancuan (bias) yang anti supernatural, yaitu kerangka pemikiran naturalistik yang sama sekali menolak tentang adanya mujizat. Jelas kalau anda tidak percaya kepada mujizat, anda tidak akan bisa percaya tentang kelahiran melalui seorang perawan”. (Kennedy : 77). Simak juga komentar Josh Mc Dowell & Don Steward, 2 apologet Kristen terkemuka : “Yang menjadi masalah utama bagi banyak orang berkenaan dengan kelahiran dari anak dara itu ialah bahwa kejadian itu suatu mujizat. Kitab Suci tidak membicarakan peristiwa ini sebagai suatu kejadian yang biasa saja, melainkan sebagai perbuatan Allah yang adikodrati. Mujizat kelahiran dari anak dara ini seharusnya tidak menjadi masalah jika orang mengakui kemungkinan terjadinya mujizat”. (Jawaban Bagi Pertanyaan Orang Yang Belum Percaya; hal. 72). Bandingkan ini dengan klimat Toni Evans : “Para perawan tidak bsia hamil, kecuali secara adikodrati”. (Allah Kita Maha Agung; hal. 347). Jadi kalau kita percaya bahwa Allah adalah Allah yang berada di atas alam semesta maka tidak ada yang mustahil bagi Allah. Ia dapat melakukan apa saja yang Ia kehendaki termasuk memasukkan Yesus ke dalam dunia ini melalui seorang perawan. Mannford G. Gutzke dengan baik berkata : “Kelahiran dari seorang perawan sama sekali bukan masalah bagi Tuhan. Kalau memang ada Allah yang menciptakan alam semesta, kalau Ia melemparkan galaksi-galaksi dari ujung-ujung jari-Nya, kalau Ia menghiasi langit malam dengan kilauan Bima Sakti, maka bagi Dia adalah hal yang amat kecil untuk menciptakan sebuah benih mungil dan menanamkannya dalam rahim seorang perawan Yahudi muda”. (Gutzke dalam Kennedy : 78). Sedangkan Stephen Tong dengan sangat indah menulis : “Ketika Adam dicipta, Adam tidak memiliki ayah dan ibu. Jadi Adam ada tanpa ayah dan tanpa ibu. Inilah cara kerja Allah yang pertama. Tanpa pria, tanpa wanita, Allah menciptakan Adam. Ketika Hawa dicipta, ia dicipta dari tulung rusuk Adam , setelah Tuhan membuat Adam tertidur. Jadi Hawa datang dari tubuh Adam, sehingga Adam mengatakan : “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej 2:23). Maka modus kedua, Hawa dicipta dari pria, tanpa wanita. Tuhan mencipta dengan memakai pria, tanpa wanita, maka terciptalah Hawa. Ini adalah cara penciptaan yang kedua. Ketika Allah menjadikan saudara dan saya, Tuhan memakai pria dan memakai wanita. Inilah cara yang ketiga. Maka tinggal satu cara lagi yang tersisa yaitu tanpa pria, dengan memakai wanita. Dengan cara yang keempat inilah Tuhan Yesus lahir. Jikalau Allah adalah Allah yang hidup, mengapa kita berhak membatasi Allah hanya dengan memakai tiga cara dan tidak memperbolehkan Allah memakai cara yang keempat? Itulah sebabnya orang Kristen percaya bahwa Allah sanggup memakai anak dara Maria untuk melahirkan Yesus Kristus. Itu sesuatu yang sangat logis dan masuk akal. (Yesus Kristus Juruselamat Dunia; hal. 77-78). Stephen Tong melanjutkan : “Allah tidak boleh dibatasi oleh pemikiran dan kehendak manusia. Allah yang sanggup menciptakan manusia tanpa lelaki dan tanpa perempuan, juga adalah Allah yang sanggup menciptakan manusia dengan memakai laki-laki dan perempuan, Allah yang menciptakan Adam, juga adalah Allah yang menciptakan Hawa. Dan Allah yang menjadikan kita semua dengan memakai laki-laki dan perempuan juga adalah Allah yang bisa memakai perempuan tanpa laki-laki untuk melahirkan Yesus Kristus”. (ibid : 78). Dengan demikian kita bisa melihat bahwa sebenarnya kelahiran dari anak dara adalah sesuatu yang masuk akan dan bukannya tidak masuk di akal.


Keberatan kedua : Doktrin tersebut hanya sedikit sekali dibicarakan di PB (Injil Matius dan Lukas) dan dengan demikian diragukan kebenarannya.


Seorang Pendeta Presbyterian di Amerika mengatakan : ‘Kelahiran melalui seorang perawan hanya disebutkan dalam 2 kitab Injil dalam Alkitab, yaitu Matius dan Lukas. Sedangkan dalam Injil Markus dan Yohanes sama sekali tidak disinggung. Paulus juga tidak pernah menyebutkan tentang itu. Karena itu aku tidak percaya’. (Kennedy : 78). Bagaimanakah kita memberi jawab apda keberatan semacam ini? Memang harus diakui bahwa hanya 2 Injil (Matius dan Lukas) yang menceritakan kelahiran Yesus dari seorang perawan. Namun demikian, hal yang paling mendasar adalah apakah kita percayai bahwa Alkitab adalah firman Allah atau tidak. Jika kita percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah dan dengan demikian tidak mungkin salah maka tidak peduli berapa banyak yang dibicarakan tentang satu topik meskipun hanya satu kali. Yang penting adalah jika topik itu pernah dibicarakan maka itu PASTI benar. Kelompok “Jesus History” atau “Jesus Seminar” jelas menolak dan tidak dapat menerima doktrin ini karena mereka tidak lagi mempercayai Alkitab apalagi cerita-cerita Injil dan menganggap itu sebagai karangan para murid Yesus.


Kalau suatu bagian Alkitab ditolak hanya karena itu tidak dibicarakan oleh lebih dari 2 tokoh Alkitab maka kita mempunyai alasan untuk menolak lebih banyak lagi. Contohnya : khotbah Yesus di bukit tidak bisa dipercaya karena hanya dibicarakan dalam Injil Matius dan Lukas. Markus dan Yohanes tidak membicarakannya. Paulus juga tidak pernah menyinggung itu dalam surat-suratnya. Lagi pula perlu disadari bahwa bahwa seorang penulis Alkitab tidak menyebutkan suatu topik bukan berarti ia tidak mempercayainya. Bahwa Markus dan Yohanes tidak membicarakan kelahiran dari anak dara bukan berarti mereka menolaknya. Bukankah Markus dan Yohanes tidak menceritakan kelahiran Yesus? Apakah itu berarti bahwa mereka tidak percaya bahwa Yesus dilahirkan? Paulus juga tidak pernah menyebut mujizat-mujizat yang pernah dibuat oleh Yesus. Jadi apakah Paulus tidak percaya bahwa Yesus pernah membuat mujizat apa pun? Paulus tidak pernah menyebutkan perumpamaan-perumpamaan Yesus. Apakah Paulus tidak percaya bahwa Yesus pernah menyampaikan perumpamaan? Kalau kita mengikuti gaya berpikir semacam ini maka kita bisa menghapus seluruh isi Kitab Suci.


Keberatan ketiga : Kalau Yesus dilahirkan dari seorang perawan (tidak dengan laki-laki) maka itu berarti bahwa Yesus bukan sungguh-sungguh manusia


Kristologi kaum Injili mengatakan bahwa Kristus dalam inkarnasi-Nya adalah Alla yang sejati dan manusia yang sejati. Ia 100% Allah dan 100% manusia. Muncul pertanyaan yang berhubungan dengan kelahiran Kristus yakni jika Yesus dilahirkan dari dari seorang perawan maka itu berarti bahwa Yesus bukan sungguh-sungguh manusia. Sebenarnya keberatansemacam ini terlalu mengada-ada. Bukankah Adam dan Hawa adalah sungguh-sungguh manusia meski mereka tidak memiliki ayah dan ibu? Kalau Adam dan Hawa adalah sungguh-sungguh manusia meskipun ia tidak memiliki ayah dan ibu mengapa Yesus bukan sungguh-sungguh manusia hanya karena tidak memiliki ayah?


Keberatan keempat : Kisah kelahiran Yesus dari seorang perawan mirip dengan ajaran agama-agama pra Kristen.


Keberatan berikut dalam hubungan dengan kelahrian Kristus yang ajaib adalah bahwa ada cerita-cerita dari agama pra Kristen yang mirip dengan cerita Injil tentang kelahiran Yesus. Dalam mitologi Yunani diceritakan bahwa dewa Zeus mendekati Alcmene tanpa hubungan seksual dan kemudian melahirkan Hercules, sang pahlawan yang lahir dari seorang perawan. Legenda Budha menceritakan bahwa Budha dilahirkan dari perawan Maya. Dari Hindu dikisahkan bahwa Wishnu, dalam inkarnasinya yang kedelapan, muncul sebagai dewa Krishna, yang lahir melalui perawan Devaki. Demikian pula dari Romawi, Kaisar Agustus dan Alexander Agung dipercaya lahir dari perawan-perawan. Sumber-sumber ini membuat beberapa orang percaya bahwa kisah kelahiran dari seorang perawan yang terdapat dalam Injil merupakan saduran dari kisah-kisah serupa yang terdapat dalam kesusasteraan agama-agama lain bahkan yang lain melihatnya sebagai mitos, bahkan mitos yang dicuri/dipinjam dari agama lain.


Sesungguhnya keberatan ini sama sekali tidak masuk di akal. Mengapa? Karena kalau dipelajari dengan seksama, sesungguhnya cerita-cerita itu bukannya mirip dengan cerita Injil melainkan sangat berbeda. Kennedy membantah keberatan-keberatan ini (Kennedy: 81) dengan berkata : “Dalam kasus Zeus yang menjadi ayah Hercules melalui seorang perawan, kita menemukan apa yang biasanya ditemukan dalam mitologi Yunani di mana dewa-dewa tidak lain adalah manusia-manusia yang “diperbesar” menjadi ukuran dewa, dan dengan dosa-dosa serta kelemahan manusia, hidup bersama dengan manusia. Dewa-dewa Yunani sering kali digambarkan sebagai lebih menyukai perempuan-perempuan (manusia) biasa. Tentang Budha, ibunya menyatakan bahwa seekor gajah putih yang memiliki 6 buah taring dan pembuluh-pembuluh darah berwarna merah datang mendekatinya, dan menyebabkannya mengandung bayi yang kemudian menjadi Budha. Dalam kasus Wishnu, menurut legenda, ia pertama kali menjelma menjadi ikan, lalu kura-kura, selanjutnya beruang, singa, dan beberapa makhluk aneh lainnya. Sukar melihat hubungan antara cerita ini dengan kisah kelahiran Yesus. Dalam kasus Kaisar Agustus, ia mengaku bahwa ibunya, Olympia dihamili oleh seekor ular; Alexander Agung juga mengaku bahwa ayahnya adalah seekor ular. (Mengapa hal ini perlu disombongkan sungguh tidak bisa dipahami)”. Jadi jelas bahwa ternyata semua mitos kafir ini sangat jauh berbeda dengan kisah Yesus dan karenanya tidak mungkin kisah kelahiran Yesus diambil dari mitologi-mitologi kafir ini. Simaklah kata-kata Budi Asali : “Maria mengandung dari Roh Kudus” bukan berarti bahwa Allah / Roh Kudus melakukan hubungan seks dengan Maria dan menyebabkannya mengandung melalui hubungan seks itu. Dalam dongeng-dongeng kafir kita sering membaca tentang dewa yang berhubungan seks dengan manusia sehingga mempunyai anak. Tetapi kekristenan tidak mengajarkan hal seperti itu. “Maria mengandung dari Roh Kudus”, artinya Roh Kudus melakukan suatu mujijat sehingga perawan Maria itu mengandung tanpa hubungan seks dengan siapapun”. (Eksposisi Injil Matius; hal. 20). Akhirnya perhatikan kesimpulan Thomas Thorburn : “Semua cerita yang bermacam-macam mengenai kandungan dan kelahiran yang gaib ini, yang kita temui dalam dongeng-dongeng dan sejarah Mitologi, umumnya mempunyai satu unsur serupa – semua nya itu justru menunjukkan perbedaan atau ketidaksamaan dan bukannya persamaan di antara cerita kelahiran Yesus di dalam agama Kristen dan di dalam dongeng-dongeng yang beredar di kalangan agama-agama kafir”. (Critical Examination of the Evidences for the Doctrine of the Virgin Birth; hal. 158).


Keberatan kelima : Yesus sering disebut sebagai anak Yusuf dan bahwa “dikandung dari Roh Kudus” adalah istilah yang umum di Yahudi.


Keberatan ini dikemukakan oleh seorang teolog Skotlandia bernama William Barclay. Barclay memulai keberatannya dengan berkata : “Perikop ini (Mat 1:18-25) menceritakan tentang Yesus yang dilahirkan oleh karya Roh Kudus. Perikop ini menuturkan cerita tentang kelahiran dari perawan. Pokok ini merupakan doktrin yang penuh dengan kesulitan; dan gereja kita tidak memaksa kita untuk menerima ajaran itu secara hurufiah dan secara jasmani. Ajaran ini adalah salah satu ajaran yang diterima oleh gereja. Gereja memberi kita keleluasaan untuk memahami serta mengambil kesimpulan sendiri. … yang ditekankannya dalam perikop ini bukanlah pertama-tama bahwa Yesus lahir dari seorang wanita perawan, melainkan Yesus lahir karena karya Roh Kudus”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius; hal. 30-31). Terhadap pernyataan Barclay ini, Budi Asali berkomentar : “Ini jelas merupakan penafsiran sesat yang sama sekali tidak menghargai otoritas Kitab Suci, dan ini menunjukkan kesesatan William Barclay! Gereja manapun yang tidak mengharuskan doktrin kelahiran Yesus dari seorang perawan, adalah gereja yang sesat!” (Budi Asali : 19). Dalam bukunya yang lain Barclay menulis : “Silsilah Yesus baik dalam Injil Lukas maupun Injil Matius (Luk 3:23-38; Mat 1:1-17) mengikuti silsilah Yusuf. Jadi aneh jika Yusuf bukan ayah-Nya. Ketika Maria mencari-cari Dia sementara Yesus berdiskusi di Bait Suci, Maria berkata kepada-Nya “Bapamu dan aku dengan cemas mencari engkau” (Luk 2 :48). Sebutan bapa dengan pasti diberikan oleh Maria kepada Yusuf. Berulang-ulang Yesus diacu sebagai putera Yusuf (Mat 13 :55 ; Yoh 6 :24). Kitab-kitab lainnya dalam PB tidak berbicara mengenai kelahiran dari anak dara itu. Meskipun dalam Gal 4 :4 Paulus berkata-kata tentang Yesus sebagai ‘yang dilahirkan dari seorang wanita’. Tetapi inilah ungkapan yang lazim bagi setiap manusia yang fana (Ay 14:4; 15:14; 25:4). (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Injil Lukas; hal. 18). Barclay melanjutkan : “Apabila kita tidak memahami hal kelahiran dari anak dara ini, lalu bagaimanakah timbulnya cerita itu? Ada peribahasa Yahudi yang mengatakan bahwa pada setiap anak selalu ada tiga yang terlibat – bapa, ibu dan Roh Allah. Mereka yakin bahwa seorang anak tidak akan dilahirkan tanpa Roh Kudus. Ada kemungkinan bahwa cerita-cerita PB mengenai kelahiran Yesus diungkapkan dalam kata-kata indah, yang secara puitis dikatakan bahkan kalaupun ia mempunyai seorang ayah manusiawi, Roh Kudus tetap bekerja dalam kelahirannya secara unik”. (ibid : 18-19). Dan akhirnya Barclay berkata : “Dalam hal ini kita dapat memutuskan sendiri. Kita dapat menerima ajaran harfiah mengenai kelahiran dari seorang perawan; tetapi bisa juga kita lebih suka untuk memahaminya sebagai cara yang indah untuk menekankan kehadiran Roh Kudus dalam kehidupan keluarga. (ibid : 19).


Apakah yang harus kita katakan tentang keberatan/pendapat Barclay ini? Pertama-tama haruslah diingat bahwa secara hukum Yesus adalah anak Yusuf. Karena itu tidak aneh, kalau silsilah-Nya dibuat melalui Yusuf. Selain itu penyebutan Yesus sebagai anak Yusuf adalah penyebutan dalam konteks manusia-Nya. Bukankah akhirnya Yusuf juga mengakui Yesus sebagai anaknya? Jadi wajar kalau Yesus disebut sebagai anak Yusuf. Bahwa Maria menyebut Yusuf sebagai Bapanya Yesus (Luk 2:48) haruslah dilihat dari terang ini. Selain itu pula Barclay gagal melihat konteks ayat ini di mana Luk 2:49 justru memperlihatkan kata-kata Yesus : “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?.” Dengan kata lain, Ia mengatakan bahwa Yusuf bukanlah bapa-Nya, karena Allahlah yang adalah Bapa-Nya. Dapat ditambahkan pula bahwa penyebutna Yesus sebagai anak Yusuf adalah menurut anggapan orang. Perhatikan Luk 3:23 : “Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli..” (band. Yoh 6:42). Dengan demikian jelaslah bahwa penyebutan Yusuf sevagai bapa Yesus atau Yesus sebagai anak Yusuf tidak cukup menjadi alasan untuk menolak doktrin kelahiran Kristus dari anak dara.


Lalu bagaimana dengan peribahasa Yahudi yang dikatakan Barclay? Haruslah diingat bahwa Luk 1:26-38 dan Mat 1:18-25 merupakan historical narrative (cerita sejarah) dan karenanya harus ditafsirkan secara hurufiah, tidak boleh dijadikan puisi/peribahasa. Seandainya benar bahwa ada peribahasa Yahudi seperti itu, bukankah gambaran kitab Injil jelas memperlihatkan cerita yang berbeda dari kebanyakan cara kelahiran anak-anak Yahudi. Bapa, ibu dan Roh Kudus memang terlibat dalam kelahiran seorang anak Yahudi tetapi Alkitab dengan jelas memperlihatkan bahwa hanya ibu (Maria) dan Roh Kudus yang terlibat dalam proses kelahiran Yesus.


Kita sedah menjawab semua keberatan terhadap doktrin kelahiran Kristus dari seorang perawan dan kita sudah menemukan bahwa keberatan-keberatan itu, tidak ada satu pun yang cukup kuat untuk menolak doktrin ini. Doktrin kelahiran Yesus dari anak dara adalah doktrin yang sangat penting dalam Alkitab dan peristiwa ini adalah sebuah mujizat. Yesus Kristus adalah Allah yang ajaib dan karenanya layaklah untuk dipikirkan bahwa Ia datang dan pergi dari dunia ini dengan cara yang ajaib pula. Kiranya iman kita diteguhkan untuk mempercayai peristiwa yang agung ini sambil merayakan dan menikmati sukacita Natal tahun ini. SELAMAT NATAL!!!


* Penulis adalah pendiri dan ketua Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”, alumnus “Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara” (STAN) – Malang.


3 Siapakah Orang Majus & Bintang Apakah yang Mereka Lihat?

Esra Alfred Soru*

Satu kisah yang tidak dapat dipisahkan dari Natal adalah kisah kunjungan orang Majus yang datang mencari dan menyembah Yesus. Kisah ini hanya diceritakan oleh Matius sedangkan ketiga Injil yang lain tidak menyinggung kisah ini sama sekali. Tentang hal ini beberapa orang menaruh keraguan tentang historitas kisah ini namun sesungguhnya ini bukanlah persoalan jika kita menyadari bahwa setiap pengarang Injil mempunyai sumber-sumber sendiri dalam penulisan Injilnya. Mungkin juga Matius mencatatnya karena sebelumnya Markus tidak mencatatnya sedangkan Lukas dan Yohanes tidak mencatatnya karena merasa Matius sudah mencatatnya. Kalau kita sungguh mempercayai kesaksian Alkitab, kita tentu akan menerimanya tanpa keraguan apalagi dengan alasan-alasan yang dipaksakan.


Gaya tulis Matius : Jawaban atas nubuatan


Kalau kita mempelajari sedikit latar belakang Injil Matius, kita mengerti bahwa sebagai orang Yahudi, Matius mempunyai kepentingan untuk meyakinkan para pembaca yang adalah orang Yahudi bahwa sesungguhnya Kristus adalah Mesias yang dinanti-nantikan di mana Ia menjawab semua nubuatan tentang Mesias. Itulah sebabnya dalam menulis silsilah Yesus, Matius memulainya dari Abraham saja (tidak dari Adam) yang mana merupakan nenek moyang bangsa Israel (Mat 1:1). Ini jelas berbeda dengan Lukas yang menujukkan Injilnya bagi orang-orang gentile (non Yahudi) sehingga menulis silsilah Yesus sampai ke Adam sebagai manusia pertama bahkan sampai pada Allah. (Luk 3:38). Karena itu Matius biasanya mencatat peristiwa-peristiwa tentang Kristus dan menghubungkannya dengan PL sebagai bukti bahwa Kristus adalah jawaban dan sentral dari berita PL. Demikianlah yang terjadi ketika Matius mencatat peristiwa kunjungan orang-orang Majus saat Yesus dilahirkan. Mungkin saja Matius mencatat peristiwa ini dan melihatnya sebagai penggenapan dari harapan yang terdapat dalam Maz 72:10-11 : “Kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya!” dan juga nubuatan dalam Yes 60:6 : “Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN”.


Siapakah orang-orang Majus itu?


Siapakah orang-orang Majus itu? Tidak banyak keterangan dari Alkitab tentang mereka kecuali informasi bahwa mereka berasal dari Timur (Mat 2:1). Banyak penafsir setuju bahwa “Timur” di sini menunjuk kepada bagian timur dari Yudea yang menunjuk kepada daerah Persia dan Arabia (Kej 25:6). Sebagian menganggapnya daerah Mesopotamia dan Babilonia. Kata “Majus” ini adalah kata yang sulit dipahami dalam pengertian kita saat ini. Alkitab-Alkitab bahasa Inggris menyebutnya ‘wise man’ (orang bijaksana). Kata ini dalam dalam bahasa Yunaninya adalah ‘magoi’. Dalam perkembangan di kemudian hari kata ini sering dihubungkan dengan kata ‘magician’ yang dapat berarti tukang sihir. Namun sesungguhnya arti kata ini tidaklah sesempit pengertian masa kini. J.J. de Heer berkata : “Pada aslinya kata itu berarti imam-imam di Persia, … ‘. (Tafsiran Alkitab Injil Matius; hal. 22). Homer A. Kent, Jr juga memberikan keterangan : “Orang-orang Majus (magoi) aslinya merupakan kasta imamat di kalangan orang Persia dan Babilonia (band. Dan 2:2, 48; 4:6-7; 5:7). Nama ini kemudian oleh orang Yunani dikenakan pada semua ahli sihir atau dukun (Kis 8:9; 13:8). Matius menggunakan kata ini dalam arti yang lebih baik untuk mengacu pada tokoh-tokoh terhormat dari agama Timur”. (The Wycliffe Bible Commentary; hal. 25). Dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible juga dicatat bahwa : “Orang-orang ini adalah ahli-ahli filsafat, imam-imam atau ahli-ahli perbintangan. Mereka hidup terutama di daerah Persia dan Arabia. Mereka adalah orang-orang terpelajar di daerah timur yang mahir dalam astronomi, agama dan obat-obatan. Dengan demikian kita mengerti bahwa orang-orang Majus ini adalah para imam, orang-orang terpelajar/terhormat, orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi yang sangat pandai dalam hal-hal agama, pengobatan dan perbintangan. Perhatikan juga keterangan William Barclay berikut ini : “Para Majus adalah orang-orang yang mengetahui filsafat, ilmu kedokteran dan ilmu alam. Mereka juga mampu menafsirkan mimpi serta meramalkan hal-hal yang akan terjadi….orang Majus adalah orang yang baik dan suci, yang selalu berusaha mencari kebenaran”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari- Matius; hal. 40). Selanjutnya Herodatus memberikan keterangan lebih rinci tentang orang-orang Majus ini bahwa : “Mereka aslinya berasal dari sebuah suku bangsa Medi. Bangsa Medi adalah sebagian dari kekaisaran Persia. Bangsa Medi pernah mencoba untuk menggulingkan kuasa Persia dan menggantikannya dengan kuasa Media. Usaha ini gagal. Sejak saat itu bangsa Majus tidak pernah lagi mempunyai keinginan atau ambisi untuk memiliki kekuasaan dan Prestise. Dan selanjutnya mereka memilih menjadi imam saja. Di tengah-tengah bangsa Persia para Majus tersebut berfungsi persis sama seperti fungsi orang-orang Lewi di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka menjadi guru dan pembimbing para raja Persia. Di Persia tidak ada persembahan yang dapat dipersembahkan kecuali kalau ada orang Majus yang hadir dalam upacara itu. Jadi orang Majus dianggap sebagai orang suci dan orang yang bijaksana” (ibid : 39). Orang-orang Yahudi percaya bahwa mereka adalah imam-imam dalam kerajaan Syeba dan Arabia yang adalah keturunan Abraham dari Ketura dan mereka mengajar atas nama Allah yang telah mereka terima dari tradisi lisan Abraham (Kej 25:6). Sangat mungkin mereka ini sudah memiliki hubungan dengan orang-orang Yahudi dalam pembuangan, atau dengan nubuat dan pengaruh Daniel, sehingga mereka memiliki nubuat-nubuat Perjanjian Lama mengenai Mesias. (The Wycliffe Bible Commentary; hal. 25).


Berapa jumlah mereka?


Tentu saja jumlah mereka sangatlah banyak di daerah mereka sendiri. Namun berapa banyakkah yang datang mencari Yesus dan menyembah-Nya? Banyak dari antara kita merasa bahwa mereka berjumlah 3 orang dan demikian pula menurut tradisi. Bahkan tradisi-tradisi ini sampai memberitahukan nama ketiga orang Majus ini. Tradisi abad 6 mengatakan bahwa 3 orang Majus ini adalah Bithisarea, Melichior, dan Gathaspa sedangkan tradisi Armenia abad 14 mengatakan bahwa ketiga orang Majus itu adalah 3 orang raja, masing-masing bernama Gasper (raja Arab), Melkhior (raja Persia) dan Balthazar (raja India). Walaupun demikian kita harus sadar bahwa Alkitab sama sekali tidak memberitahukan jumlah orang-orang Majus ini maupun nama-nama mereka. Sangat mungkin bahwa jumlah tersebut (3 orang) dikaitkan dengan 3 persembahan yang dibawa mereka yakni emas, mur dan kemenyan. Namun persoalanya adalah apakah jumlah persembahan menentukan jumlah pemberi? Jelas tidak harus demikian. Bisa jadi mereka berjumlah lebih dari 3 orang namun membawa 3 macam persembahan.


Bintang apakah yang mereka lihat ?


Lalu bintang apakah yang dilihat oleh para majus itu yang menuntun mereka dalam mencari Yesus? Sudah terdapat banyak usaha untuk menjelaskan bintang Natal/bintang Betlehem ini secara ilmiah. (1) Ada yang berkata bahwa ini adalah konyungsi planet yakni situasi dimana beberapa planet berada dalam satu garis dengan bulan yang terlihat dari bumi sehingga terlihat beda dengan bintang-bintang pada umumnya. Namun persoalannya adalah karena konyungsi planet bersifat tetap untuk jangka waktu lama, tentu agak kurang cocok dengan apa yang dilihat orang majus. (2) Kepler pernah mengatakan bahwa bintang ini adalah “Supernova”. Supernova adalah planet yang meledak dan kehabisan energi sampai akhirnya meredup. Ini terjadi pada tanggal 10 Oktober 1604 di mana sementara Kepler, mengamat-amati hubungan Jupiter dan Saturnus yang terdapat dalam konstelasi Sagitarius di langit, tiba-tiba muncul sebuah bintang secerah Jupiter, yang tampak di antara Jupiter dan Saturnus. Kepler menghitung bahwa kejadian ini terjadi setiap hampir 800 tahun sekali. Berarti 2 kejadian sebelumnya terjadi sekitar tahun 7 SM. Ia lalu menulis sebuah buku berjudul De Stella Nova in Pede Serpentarti dan menghubungkan supernova ini dengan tahun kelahiran Kristus seperti perhitungan Laurence Suslyga bahwa Kristus lahir di tahun 4 SM. Tahun 1614 Kepler mempublikasikan kesimpulannya bahwa supernova yang kelihatan tahun 1604 juga adalah supernova yang tampak di tahun 7 atau 6 SM dan dikenal sebagai bintang Betlehem. Kepler percaya bahwa supernova itu sengaja “ditempatkan” Tuhan untuk memimpin orang-orang Majus untuk berjumpa dengan Yesus. Terhadap pendapat ini Herlianto berkata bahwa : “Kelihatannya supernova juga tidak cocok, karena supernova sekalipun bisa meledak dan kelihatan sangat terang dan bisa berlangsung beberapa minggu, data Alkitab tidak menunjukkan adanya bintang yang sinarnya sangat terang, kecuali bahwa bintang itu seakan-akan petunjuk arah”. (www.yabina.org) (3) Ada juga yang berkata bahwa bintang itu adalah sebuah meteor yakni benda langit yang juga mengelilingi matahari, tetapi ketika dekat dengan bumi ia bisa tertarik gaya tarik bumi sehingga ketika memasuki atmosfir bumi ia terbakar karena gesekan dengan udara dan terlihat seperti bola api. Ada yang berkeberatan dengan pandangan semacam ini dengan alasan bahwa meteor biasa jatuhnya cepat sehingga tidak cocok dengan apa yang dilihat orang Majus yang seakan-akan berhenti di atas Betlehem. (4) Pandangan lain tentang bintang Betlehem ini yang paling banyak diterima adalah bahwa itu adalah sebuah komet yang kemudian hari disebut komet Halley berdasarkan penemunya yakni Edmond Halley. Tentang ini Herlianto memberi penjelasan :“Komit adalah benda langit yang mengelilingi matahari melalui lintas edar berbentuk parabola, dan bila sedang mendekati bumi maka akan kelihatan berekor (bintang berekor) dan akan kelihatan bergerak ke arah yang berlawanan dengan ekornya sehingga terlihat menunjuk arah tertentu. Komit bila terlihat di bumi bisa berlangsung selama beberapa minggu. Kemungkinannya, komitlah yang dilihat orang majus, apalagi kala itu kehadiran komit dipercaya sebagai pertanda adanya peristiwa besar di bumi, seperti bencana atau kelahiran atau kematian orang besar. Pada waktu Julius Caezar meninggal tercatat terlihat komit selama seminggu. Kemungkinan bintang itu komet memang besar, karena dalam Matius 2:1-10, terlihat bahwa bintang itu menunjuk suatu arah, berpindah tempat dan terlihat selama beberapa hari”. (ibid). Herlianto melanjutkan : “Komit itu muncul pada akhir tahun 1758 sampai Maret 1759. Komit itu mulai tercatat oleh astronom Cina pada tahun 239sM (Encarta), dan terakhir terlihat pada tahun 1986. Dari beberapa kehadiran komit yang kemudian dinamakan Halley itu lamanya berkisar 75 sampai 79 tahun. Dengan mengambil median 77, dihitung dari tahun 239sM, kemungkinan besar pada tahun-tahun sekitar 8 SM komit Halley mendekati dan terlihat di bumi dan berada di atas Yudea di hari kelahiran Yesus. Namun juga ada yang menolak dugaan ini dengan alasan bahwa : “Catatan mengenai penampakan komet tidak cocok dengan kelahiran Tuhan. Misalnya, Komet Halley tampak pada tahun 11 S.M., tetapi hari Natal yang pertama terjadi sekitar tahun 7 sampai 5 SM”. (Artikel ©Hx’02). Kalau begitu bintang apakah yang dilihat orang-orang Majus itu? Kita memang tidak dapat mengetahuinya dengan pasti dan itu tidaklah penting. Satu hal yang pasti adalah apa pun bintang itu, Allah telah memakainya sedemikian rupa untuk melaksanakan kehendak-Nya. Dalam artikel ©Hx’02 kembali dikatakan bahwa : “Tuhan telah sering menggunakan cahaya surgawi yang istimewa untuk membimbing umat-Nya, seperti kemuliaan yang memenuhi Kemah Suci (Keluaran 40:34-38) dan Bait Suci (1 Raja-raja 8:10) dan cahaya yang menyinari Rasul Paulus (Kisah Para Rasul 9:3). Tanda-tanda yang menunjukkan kehadiran Tuhan seperti itu dikenal sebagai Kemuliaan Shekinah, atau tempat tinggal Tuhan. Cahaya istimewa ini adalah manifestasi yang tampak dari keagungan Tuhan. Beberapa penjelasan para ahli astronom di atas mengenai Bintang Betlehem sangat bermacam-macam, tetapi semuanya itu menuju kepada satu kesimpulan saja. Satu hal yang dapat kita simpulkan bahwa munculnya Bintang Betlehem tersebut adalah salah satu kasih karunia Allah untuk menyambut datangnya Juruselamat dunia yang turun ke bumi untuk menyelamatkan umat manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus”.


Mengapa mereka bertemu Yesus di dalam rumah ?


Matius 2 :11 berkata : ‘Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia…’ Jadi mereka bertemu bayi Yesus di dalam rumah. Mengapa bukan di kandang ? Bukankah Yesus dilahirkan di kandang? Beberapa orang memakai ayat ini untuk menunjukkan kontradiksi Alkitab namun sesungguhnya tidaklah demikian. Kita harus memahami bahwa waktu di mana para Majus menjumpai Yesus, bukanlah tepat pada saat Yesus dilahirkan (di kandang) namun beberapa waktu setelah Yesus dilahirkan sehingga tentunya Maria dan Yusuf sudah pindah dari kadang ke sebuah rumah. Jadi para gembala hadir pada saat Yesus dilahirkan makanya mereka bertemu Yesus di kadang namun para Majus hadir beberapa waktu kemudian makanya mereka bertemu Yesus di rumah. Itu berarti bahwa para gembala tidak pernah bertemu dengan para Majus. (Catatan : Kalau bikin drama Natal, jangan pertemukan para gembala dan para Majus sebab ini keliru). Jadi tidak ada kontradiksi dalam Alkitab!

Penulis adalah pendiri dan ketua Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”, alumnus “Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara” (STAN) – Malang.
Source :https://thisisreformedfaith.wordpress.com/


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India