PERTAHANKAN NKRI DI SELURUH INDONESIA
Indonesia adalah Negara yang Berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.Maju terus pantang mundur guna menuju Rakyat Adil Dan Makmur untuk Seluruh Rakyat Indonesia.
PEMIMPIN ANTI KORUPSI
Presiden Satu-satunya di Indonesia memiliki Sertificate ANTI KORUPSI,Jujur dan Kerja Keras,Dekat Dengan Rakyatnya.
Kamis, 08 Juli 2021
[Bambang N] Joseph Paul Zhang Menista Nabi,Polemikus Muslim Menghina Paulus ?
Kamis, 24 Juni 2021
Nats Buku Suci Tentang Pernikahan, Bagaimana Kita Memandang Pernikahan.
Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN. (Ams. 18:22)
9 Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. 10 Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! (Pkh. 4:9-10)
Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN! (Kid. 8:6)
4 Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mat. 19:4-6)
1 Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. 2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. 3 Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. (1Kor. 13:1-3)
4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. 5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. 6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. 7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. 8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (1Kor. 13:4-8)
1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. 2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. 3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: (Ef. 4:1-3)
22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.
25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. 28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. 29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, 30 karena kita adalah anggota tubuh-Nya.
31 Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. (Ef. 5:22-33)
18 Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. 19 Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. (Kol. 3:18-19)
GRJ.MY.ID
Selasa, 22 Juni 2021
Marilah kita menjadi anak Tuhan yang berhikmat dalam menghadapi situasi Pandemi Virus Corona, Ada Lima Hal Yang Perlu Kita Perhatikan.
Virus Corona, atau istilah kedokterannya COVID-19 (Corona Virus Disease 19), pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, pada bulan Desember 2019. Sampai kini, belum ada penjelasan yang pasti tentang asal mula virus tersebut. Namun salah satu dugaan kuat mengatakan bahwa virus ini menjangkiti manusia melalui hewan-hewan yang dijual bebas di pasar Wuhan. Hingga saat ini, sudah 174.772 orang terinfeksi dan 6.686 orang meninggal dunia (16/3, data diambil di sini). Karena penyebarannya yang begitu masif, WHO menyatakan wabah ini sebagai pandemi.
Pandemi ini disikapi beragam di antara orang-orang Kristen. Ada yang takut, namun ada pula yang terlalu “percaya diri” seolah-olah dengan menjadi orang Kristen, mereka kebal terhadap virus ini.
Bagaimana kita harus menyikapi keadaan ini? Berikut ada 5 kebenaran Alkitab yang bisa kita renungkan.
1. Manusia diingatkan akan keterbatasannya.
Penyebaran virus tersebut sangat memukul dunia, tidak hanya Cina. Apa yang telah dicapai umat manusia memang sudah begitu majunya. Tetapi, tetap saja dibuat pusing dengan “benda” yang ukurannya super kecil.
Peristiwa ini kembali mengingatkan keterbatasan kita sebagai manusia. Jika dibandingkan dengan keagungan Allah yang nampak dari ciptaan-Nya di alam semesta ini, apalah arti manusia? (Mzm. 8:4-5).
4 Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: 5 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mzm. 8:4-5)
2. Wabah ini belum tentu merupakan tanda akhir zaman.
Tidak sedikit orang Kristen yang berpikir bahwa wabah virus Corona ini merupakan pertanda bahwa akhir zaman akan segera tiba. Mereka biasanya mengutip ayat berikut:
Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi. (Why. 6:8)
Faktanya, virus ini sebenarnya tidak terlalu mematikan, sehingga kurang tepat jika mau dikaitkan dengan malapetaka yang tertulis dalam Alkitab. Dari antara para penderita, tingkat kesembuhan dari virus ini mencapai 80%.
Fakta lainnya lagi, dunia sudah berulang kali mengalami pandemi seperti ini. Misalnya, The Black Death (terjadi tahun 1346-1353). Wabah penyakit pes ini melanda Eropa, Asia, dan Afrika. Diperkirakan, sekitar 75-200 juta orang meninggal dunia.
Jadi, jangan selalu mengaitkan kejadian seperti ini sebagai “tanda-tanda kiamat.” Alkitab sendiri menyatakan bahwa hari Tuhan akan datang seperti pencuri (1Tes. 5:2; 2Ptr. 3:10). Tiba-tiba saja, tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya. Tentang hal ini, Tuhan Yesus juga pernah mengatakannya dalam Mat. 24:36.
“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mat. 24:36)
44 Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.” (Mat. 24:37-44)
3. Anak-anak Tuhan tidak otomatis dijauhkan dari penyakit dan malapetaka.
Menyikapi wabah ini, sebagian orang Kristen bersikap “terlalu percaya diri.” Misalnya, mereka mengutip Mzm. 91:3, “Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk.” Bagi mereka, ayat ini merupakan janji Tuhan sehingga anak-anak-Nya tidak akan terjangkit virus Corona. Benarkah demikian?
Kalau kita meneliti Alkitab, maka kita akan menjumpai banyak tokoh iman di dalamnya yang justru bernasib “tragis.” Ayub, seorang yang saleh namun mendapat kemalangan yang tiba-tiba. Yohanes Pembaptis, seorang yang luar biasa pelayanannya namun mati dipenggal. Bahkan Tuhan Yesus sendiri, Anak Allah, mengalami proses kematian yang begitu mengerikan.
Mengapa bisa begitu? Sesungguhnya, Allah tidak pernah menjanjikan kepada kita untuk selalu dijauhkan dari masalah. Yang Allah janjikan adalah hidup kekal dan penyertaan-Nya melewati berbagai permasalahan hidup. Seberapapun besar permasalahan yang kita hadapi, kasih setia-Nya tidak akan pernah lepas dari hidup kita.
31 Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? 32 Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? 33 Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? 34 Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? 35 Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? 36 Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” 37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. 38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, 39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Rm. 8:31-39)
4. Allah tetap bekerja di dalam masa-masa tergelap manusia sekalipun.
Alkitab berulang kali memaparkan masa-masa yang sangat gelap yang dialami oleh bangsa Israel. Mereka pernah ditindas di Mesir selama kurang lebih 430 tahun. Mereka pernah ditindas oleh bangsa-bangsa di sekitar Kanaan waktu zaman hakim-hakim. Juga, bangsa Israel pernah mengalami pembuangan di Babel. Tetapi di dalam peristiwa itu semua, Allah tetap mempedulikan mereka. Mereka selalu mendapat kelepasan yang datang dari Allah.
Jadi, jangan pernah berpikir ada masa-masa yang begitu gelap sehingga Allah tidak mungkin bekerja di dalamnya. Bahkan dalam peristiwa yang paling gelap sekali pun, yaitu penyaliban Kristus, Allah ternyata menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya.
Inilah yang menjadi penghiburan kita bahwa Allah pun pasti sedang bekerja saat ini. Dia akan menguatkan umat-Nya untuk melewati masa-masa sulit ini, dan mengubahnya menjadi kebaikan.
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Rm. 8:28)
5. Di tengah kesulitan seperti apa pun, kita harus tetap mengasihi Tuhan dan sesama.
Jangan biarkan keadaan yang sulit ini mengaburkan identitas kita sebagai garam dan terang dunia. Walaupun caranya mungkin akan berbeda, namun kita harus tetap menjalankan perintah-perintah Tuhan.
Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk. 10:27)(source:www.studibiblika.id)
GRJ.MY.ID
5 Pelajaran Tentang Mengumpulkan Harta, Hidup terlalu singkat dan terlalu rendah untuk dihabiskan hanya mencari uang.
1. Semenarik apapun, harta di dunia adalah fana
Saldo tabungan yang banyak, rumah yang nyaman, mobil yang bagus, barang-barang branded, siapa yang tidak tertarik? Benar, tidak dipungkiri bahwa semua yang saya sebutkan tadi memang menarik. Tetapi Alkitab mengajarkan untuk bersikap waspada. Semua itu fana (dapat rusak, hilang, tidak kekal). Baju-baju bagus bisa dirusak oleh ngengat, logam-logam bisa berkarat, dan barang-barang milik kita bisa dicuri (dalam gambaran masa kini bisa ditambahkan: tabungan kita bisa dihabiskan oleh inflasi).
Berapa banyak orang yang hancur semangat hidupnya gara-gara kehilangan harta? Tidak hanya stress, bahkan ada di antara mereka yang sampai bunuh diri. Itu semua terjadi karena mereka tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa harta di dunia adalah fana.
2. Prioritas anak Tuhan adalah harta yang kekal
Berlawanan dengan harta di dunia yang fana, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa ada harta yang kekal, yaitu harta di surga. Apakah itu? Sukacita karena bersekutu secara penuh dengan Tuhan. Tentu bentuknya bukan kenikmatan jasmani seperti yang digambarkan oleh beberapa kepercayaan di dunia. Dan sukacita ini akan berlangsung selamanya (kekal), tidak bisa pudar seperti kita akhirnya bisa bosan dalam menikmati hal-hal duniawi. Inilah yang harus menjadi prioritas kita sebagai pengikut Kristus.
Prioritas kita akan menyatakan siapa diri kita yang sebenarnya. Sangat tidak masuk akal jika ada seseorang yang mengaku sebagai anak Tuhan, tetapi apa yang menyukakan hatinya melulu tentang mendapat uang, uang, dan uang. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus “di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.” Hati di sini bukan soal keinginan secara emosi semata, tetapi lebih tepat diartikan sebagai pusat hidup.
3. Tetap bekerja dengan giat, namun jangan lupakan prioritasnya
Kalau begitu, apakah Tuhan Yesus anti dengan kerja keras? Tentu bukan demikian. Di bagian lain Alkitab, kita diperintahkan Tuhan untuk bekerja keras. Kita diminta untuk belajar dari semut, yang “menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen” (Ams. 6:8). Bahkan rasul Paulus mengatakan, “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes. 3:10). Jadi, yang Tuhan Yesus maksudkan dalam bagian ini adalah di tengah segala usaha kita, jangan lupakan prioritasnya. Jangan sampai keduniawian memenuhi pikiran kita sehingga kita melupakan hal yang kekal.
Orang yang memiliki prioritas yang benar akan berkomitmen bahwa semua yang dia kerjakan sehari-hari dipersembahkan untuk Tuhan. Kesuksesan yang dia raih akan dikembalikan bagi kemuliaan Tuhan. Sebaliknya juga, dia rela menanggung kerugian jika dengan begitu Tuhan lebih dimuliakan.
4. Tanpa mata rohani yang baik, prioritas kita bisa keliru
Tanpa penglihatan yang baik, kita tidak akan bisa beraktivitas dengan maksimal walaupun berbadan sehat. Demikian pula hidup kita tidak akan bisa maksimal (karena akan keliru dan menukar yang kekal dengan yang fana) tanpa mata rohani kita diterangi oleh firman Tuhan. Inilah pentingnya bagi kita untuk terus merenungkan firman Tuhan secara rutin setiap hari.
5. Mengikut Tuhan perlu komitmen total
Pelajaran terakhir dari bagian ini adalah komitmen untuk menjadi pengikut Tuhan tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah. Harus total. Jika prioritas kita masih diselimuti oleh harta duniawi, maka kita tidak mungkin bisa menjadi pengikut Tuhan yang baik.
Di sini Tuhan Yesus menggambarkan dengan kehidupan seorang budak. Budak harus melayani tuannya secara eksklusif, tidak bisa bercabang-cabang. Demikian pula manusia tidak bisa melayani Tuhan jika hatinya masih melekat pada Mamon (uang/kekayaan). Ketika datang godaan keuntungan maupun himpitan ekonomi, maka Tuhan pasti akan dikesampingkan.
Pelajaran-pelajaran ini menyadarkan kita kembali untuk terus bekerja dengan giat, tetapi jangan sampai diperbudak oleh uang. Jika kita percaya bahwa ada sukacita kekal yang menanti kita dalam kekekalan, maka kita tidak akan menjadikan hal-hal yang fana sebagai prioritas kita dalam hidup yang sementara di dunia ini.
Oleh sebab itu, marilah kita terus merenungkan Alkitab secara rutin setiap hari. Itu akan membuat kita lebih memahami dan mengalami besarnya “sukacita surga” sehingga tidak lagi akan melekat pada sukacita duniawi. Tidak ada ceritanya kasih Kristus kalah dengan kenikmatan yang diberikan dunia ciptaan-Nya. Memang uang tetap penting dan tetap harus diusahakan, tetapi itu akan menjadi sarana untuk pelayanan kita kepada Tuhan dan sesama, bukan berakhir untuk dinikmati sendiri saja.
Dalam tafsirannya mengenai bagian ini (The New American Commentary – Matthew), seorang ahli Alkitab yang bernama Craig Blomberg meringkasnya dengan A-B-C-D:
(A)mounts of idolatry (b)lurs vision, (c)onfuses values, (d)efies all reason.
Artinya: Melekat pada harta (berhala) sama saja dengan menjauh dari Tuhan. Itu akan mengaburkan pandangan kita sehingga kita melakukan hal yang sebenarnya tidak masuk akal, yaitu menukar hal yang kekal dengan hal yang fana.
3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, 4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (1Ptr. 1:3-4) Source: http://studibiblika.id
https://www.grj.my.id/2021/06/5-pelajaran-tentang-mengumpulkan-harta_22.html
Bagaimana kita menanggapi kesaksian-kesaksian Tentang Surga dan Neraka, Mari Ikut Narasi Berikut Di Bawah Ini
Contohnya, buku “Heaven is for Real” yang sangat laris. Buku ini ditulis oleh Todd Burpo dan Lynn Vincent berdasarkan kesaksian anaknya (3 tahun) yang mengaku pernah dibawa ke surga pada waktu dioperasi.
Bagaimana kita menanggapi kesaksian-kesaksian seperti ini?
Dr. Alan W. Gomes, pengajar di Biola University dan penulis buku “40 Questions About Heaven and Hell,” memberikan lima prinsip untuk menanggapi kesaksian-kesaksian seperti itu:
Prinsip #1: Alkitab adalah satu-satunya sumber yang layak dipercaya mengenai surga dan neraka
Walaupun belum pernah pergi ke surga dan neraka, kita tahu tempat itu ada dan sedikit banyak kita tahu keadaannya seperti apa. Darimana kita tahu? Dari Alkitab!
Namun, pengetahuan kita yang pasti benar tentang surga dan neraka hanya sebatas apa yang telah dituliskan dalam Alkitab.
Prinsip #2: Kita harus menolak kesaksian tentang surga dan neraka yang tidak sesuai dengan Alkitab
Allah adalah sumber kebenaran, sehingga tidak mungkin ada kebenaran lain yang bertentangan dengan Alkitab, firman Allah yang tertulis.
Salah satu yang sering diceritakan di Indonesia mengenai neraka adalah, orang-orang jahat akan disiksa Iblis. Ini tentu saja bertentangan dengan Alkitab yang menyatakan bahwa Iblis pun akan turut dilemparkan ke neraka.
dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya. (Why. 20:10)
Prinsip #3: Keselarasan dengan Alkitab mutlak perlu diuji, tetapi tidak serta merta menjadikan sebuah kesaksian bisa dipercaya
Sering kali, kesaksian-kesaksian tentang surga dan neraka melibatkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Alkitab (terutama karena menceritakan hal yang memang tidak dituliskan dalam Alkitab). Misalnya, saya mengaku pernah ke surga dan di sana bertemu dengan Tuhan Yesus, dengan gambaran-gambaran fisik tertentu. Sosok Tuhan Yesus itu mungkin tidak berlawanan dengan Alkitab, karena Alkitab sendiri tidak menjelaskannya. Tetapi, bukan berarti kesaksian saya tersebut otomatis benar.
Prinsip #4: Perhatikan pola yang ditunjukkan oleh para penulis Alkitab yang menceritakan tentang surga dan neraka
Beberapa penulis Alkitab menceritakan sesuatu tentang surga. Pertama, hanya sedikit penulis Alkitab (yaitu: Yesaya, Yehezkiel, Daniel, Paulus, dan Yohanes) yang mendapatkan kesempatan itu. Kedua, mereka menerimanya dalam bentuk penglihatan ataupun benar-benar tubuhnya diangkat ke surga (seperti Paulus dalam 2Kor. 12:2-3). Tidak ada yang dalam keadaan koma atau mati suri (near death experience). Ketiga, mereka menceritakan pengalamannya secara selektif, tidak diumbar (misalnya, Paulus dilarang menuliskan kata-kata yang dia dengar, 2Kor. 12:4).
2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau — entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya — orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. 3 Aku juga tahu tentang orang itu, — entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya —
4 ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia. (2Kor. 12:2-4)
Prinsip #5: Ketika mendengar kesaksian tentang surga dan neraka, kita harus kritis terhadap penjelasan alternatifnya
Terakhir, kita harus kritis terhadap penjelasan lainnya. Ada banyak alasan mengapa seseorang bisa menceritakan surga dan neraka. Pertama, penipuan demi mendapatkan uang ataupun kekayaan. Kedua, sugesti. Ketika dalam keadaan koma, orang tesebut bisa saja membayangkan apa yang pernah dibacanya dari Alkitab dan juga cerita-cerita yang pernah didengarnya. Ketiga, kuasa gelap, terutama jika orang tersebut memang berhubungan dengan kuasa gelap. Keempat, penjelasan psikologis/biologis/ kimiawi, misalnya karena pengaruh obat-obatan.
1) Walaupun tidak berlawanan dengan Alkitab, kita tetap tidak bisa membuktikan kebenarannya; 2) Apakah kesaksian Alkitab masih kurang? Alkitab sudah menjelaskan bahwa surga dan neraka nyata dan bagaimana nasib orang-orang di dalamnya; 3) Apakah bisa membuat orang lebih percaya, dan lebih bisa menuntun orang untuk bertobat? Silakan baca perikop berikut:
27 Kata orang itu: “Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.” 29 Tetapi kata Abraham: “Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.” 30 Jawab orang itu: “Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.” 31 Kata Abraham kepadanya: “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk. 16:27-31)
Disadur dengan modifikasi seperlunya dari https://www.biola.edu/blogs/good-book-blog/2015/visits-to-heaven-and-hell-part-one dan https://www.biola.edu/blogs/good-book-blog/2015/visits-to-heaven-and-hell-part-two.
Kiranya panduan ini bisa menuntun kita untuk menafsirkan Alkitab dan mengajarkannya dengan lebih tepat.
Cerita-cerita dalam Alkitab selalu menarik untuk dibaca dan diajarkan. Menafsirkan narasi merupakan teknik yang sangat penting untuk dipelajari karena 43% Alkitab berisi narasi (cerita). Namun demikian, masih banyak kekeliruan yang dilakukan orang ketika menafsirkannya
1. Mengabaikan Konteks. Ini adalah kekeliruan yang paling umum dilakukan. Ingatlah bahwa semua pernyataan harus dimengerti sesuai konteks penulisannya, termasuk Alkitab. Pernah menonton stand-up comedy dari Barat dan kita tidak tahu letak lucunya di mana? Inilah yang terjadi ketika kita tidak memahami konteks dari sebuah cerita.
Akibatnya apa jika kita tidak memahami konteks Alkitab? Jika kita tidak memahami dengan benar apa yang Tuhan maksudkan kepada para pembaca Alkitab masa itu (what it meant), kita juga tidak akan bisa menerapkan kehendak Tuhan dengan benar dalam situasi masa kini (what it means).
Misalnya, saya pernah mengenal seorang yang bergumul dengan kisah anak muda yang kaya, yang diminta menjual seluruh hartanya oleh Tuhan Yesus (Luk. 18:18-30). Tentu saja, kalau semua pengusaha melakukan ini, dunia malah akan kacau.
2. Keliru memahami poin utama dari cerita. Nah, apakah kita pernah mendengar guru Sekolah Minggu yang terlalu asyik menceritakan “ikan paus” yang menelan Yunus? Padahal, kisah Yunus terutama mengajarkan belas kasihan Allah. Kemudian, saya juga pernah mendengar seorang pengkhotbah yang menceritakan kegigihan keempat orang yang mengusung orang lumpuh untuk disembuhkan Tuhan Yesus (Mrk. 2:1-12). Tidak hanya mengusungnya, mereka bahkan sampai membuka atap rumah dan menurunkan tilam tempat orang lumpuh itu berbaring. Pengkhotbah itu sangat bersemangat dalam menceritakan bagaimana kita harus memiliki kegigihan yang sama. Menarik? Tentu saja, karena pengkhotbah tersebut saya akui sebagai pencerita yang baik. Tetapi dia melupakan pengajaran tentang Anak Manusia dalam kisah itu.
Seberapapun menariknya khotbah, jika poin utamanya justru tidak disampaikan, tentu bukanlah khotbah yang membangun kerohanian.
3. Memaksakan sudut pandang modern ke dalam teks. Sering kali pembaca Alkitab lupa bahwa teks yang mereka baca itu terjadi ribuan tahun yang lalu. Tentu saja, situasi dan pemikiran orang pada masa itu berbeda dengan pikiran kita pada masa kini.
Salah satu cara yang baik untuk menghindari kesalahan ini adalah memperlengkapi diri dengan alat bantu seperti buku-buku tafsiran. Saya anjurkan, minimal kita bisa memiliki Alkitab Edisi Studi. Dengan belajar dari bahan-bahan semacam itu, kita dapat mengerti pola pikir orang pada masa Alkitab ditulis.
4. Tidak mau menerima kebenaran yang berlawanan dengan kebenaran yang selama ini kita yakini. Karena memiliki natur dosa, kita cenderung untuk menolak kebenaran Alkitab berdasarkan kebenaran yang kita yakini sebelumnya. Bargerhuff mengambil contoh kasus homoseksualitas. Pada masa kini, apalagi dalam budaya masyarakat yang maju, homoseksualitas semakin dipandang sebagai hal yang lumrah. Akibatnya, ayat-ayat Alkitab yang berbicara mengenai homoseksualitas akan berusaha ditafsirkan sedemikian rupa sehingga terlihat seolah-olah Alkitab tidak melarangnya.
5. Mengompromikan fakta dengan tradisi. Tradisi yang dimaksudkan di sini adalah pemahaman terhadap bagian Alkitab tertentu yang sebenarnya tidak ada di dalam Alkitab itu sendiri. Misalnya, pada suatu kesempatan menyampaikan renungan, saya menyebutkan bahwa penjahat yang disalib di sebelah kanan Tuhan Yesus bertobat. Padahal kalau dicari di dalam cerita penyaliban di dalam keempat kitab Injil, tidak disebutkan penjahat yang mana yang bertobat. Tafsiran tersebut merupakan dugaan orang setelah zaman Alkitab. Setelah kejadian tersebut, saya selalu berusaha untuk mengecek dengan detail apakah isi khotbah saya benar-benar sesuai dengan fakta Alkitab.
6. Memahami perumpamaan dengan maksud yang sebenarnya tidak ada di dalamnya. Apa sebenarnya inti ajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan? Kebenaran rohani seputar Kerajaan Allah! Namun sayangnya, pembaca Alkitab, terutama yang tidak membekali diri dengan pengetahuan yang cukup, sering mengartikan perumpamaan dengan hal-hal yang “dibuat-buat.”
Dalam kategori ini, saya mengambil contoh yang sangat terkenal, yaitu tafsiran Origen (seorang Bapa Gereja abad ketiga) tentang perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati (Luk. 10:25-37). Menurut tafsiran Origen, orang yang dirampok melambangkan Adam, kota Yerusalem melambangkan surga, Yerikho melambangkan dunia, imam melambangkan Taurat, orang Lewi melambangkan para nabi, orang Samaria melambangkan Kristus, dan sebagainya.
Penafsiran seperti ini tentu sangat menarik dan kalau dikhotbahkan dengan gaya yang menarik, akan membuat pendengar kagum. Tetapi, jika itu bukan maksud Tuhan Yesus yang sebenarnya, sangat berbahaya untuk memahaminya seperti itu. Masih “untung” hasil penafsiran yang dilakukan oleh Origen ini selaras dengan ajaran Alkitab secara umum. Bayangkan kalau setiap orang menafsirkan dengan sekehendak hati.
7. Mengabaikan kebenaran di bagian lain Alkitab. Mengapa persembahan Kain ditolak Tuhan, sementara persembahan Habel diterima? Alkitab menjelaskan alasannya di dalam Perjanjian Baru (Ibr. 11:4). Salah satu prinsip penafsiran Alkitab adalah, kita tidak boleh menarik doktrin/kesimpulan berdasarkan hanya satu bagian Alkitab saja. Pelajari apa firman Tuhan di bagian lain Alkitab.
Salah satu kekeliruan yang banyak dilakukan oleh orang-orang Kristen adalah selalu meminta tanda dari Tuhan, sebagaimana Gideon (Hak. 6). Tentu saja, apa yang Tuhan lakukan dalam kasus tertentu, mungkin akan berbeda dalam kasus lain.
8. Menarik pemahaman baru tentang suatu kata atau konsep yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Bargerhuff memaparkan bahwa kekeliruan inilah yang sering dilakukan oleh para guru palsu dan aliran sesat (di lain kesempatan, saya akan menjelaskan kekeliruan Saksi Yehuwa dalam menafsirkan Yoh. 1:1). Padahal, sebuah kata bisa bermakna lain dalam konteks yang berbeda. Saya ambil contoh, frasa “mukanya memerah” dalam kedua kalimat berikut berbeda makna:
Pak Aji mukanya memerah setelah mendengar hinaan yang dilontarkan oleh tetangganya itu (artinya, Pak Aji marah).
Clara mukanya memerah ketika dia lupa dialog yang harus diucapkan dalam drama itu (artinya, Clara malu).
Apa contoh kekeliruan penafsiran cerita Alkitab dalam kategori ini? Bargerhuff memberi contoh baptisan Roh. John Piper menjelaskan bahwa istilah “baptisan Roh” yang digunakan Paulus dalam 1Kor 12:12-13 berbeda dengan “baptisan Roh” yang digunakan Lukas dan Yohanes Pembaptis dalam Kis. 1:4-5 dan Luk. 3:16. Paulus menggunakannya dengan mengacu pada pertobatan seseorang dan kemudian dia diterima sebagai anggota tubuh Kristus. Sementara Lukas dan Yohanes Pembaptis menggunakannya dengan mengacu pada kekuatan dalam pelayanan yang meninggikan Tuhan Yesus. Dengan mengerti pembedaan ini, kita terhindar dari kekeliruan sebagian orang yang selalu mencari “baptisan Roh” setelah mereka menjadi anak Tuhan.
9. Keliru memahami makna sebenarnya serta mengabaikan makna kiasan. Bargerhuff mengajarkan bahwa Alkitab pada dasarnya harus dimaknai secara literal (apa adanya). Jika maknanya menjadi tidak wajar, maka haruslah dimaknai secara kiasan. Pada waktu melakukan perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya, Tuhan Yesus mengeluarkan kalimat yang akan sangat janggal jika dimaknai secara literal:
Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” (Mat. 26:26).
Tentu saja, yang Tuhan Yesus maksudkan dalam peristiwa itu bukanlah meminta murid-murid-Nya untuk bertindak kanibal (memakan daging manusia)!
10. Melakukan pendekatan yang berpusat pada manusia dan mengabaikan kemuliaan Tuhan sebagai fokus Alkitab. Ingat, Alkitab adalah buku yang menceritakan tentang Allah. Dialah pahlawan yang sesungguhnya. Jangan sampai kita terlalu kagum dengan kehebatan tokoh-tokoh Alkitab sehingga malah melupakan tokoh utamanya, yaitu Allah. Terlalu sering saya mendengar khotbah-khotbah yang lebih banyak menonjolkan kekuatan karakter Abraham, kebesaran hati Yusuf, atau keberanian Daud, dan lupa bahwa ada karya Allah di balik mereka semua. Penulis memberikan sebuah panduan yang baik, yaitu tanyakanlah selalu “Apa yang cerita ini ajarkan tentang Allah?” ketika kita membaca cerita-cerita dalam Alkitab.